#13

Jumat, Oktober 10, 2014 Unknown 0 Comments

Semangat saya mudah hilang. Terkadang, saya bisa menjadi orang dengan semangat yang tiada tara. Dan dalam beberapa saat, saya bisa menjadi orang paling pesimis yang pernah ada. Ketidakstabilan itulah yang membuat saya tidak pernah bisa menyelesaikan semua hal dengan baik. Itu yang saya takutkan, terutama yang berkaitan dengan skripsi saya.


Saat ini, saya memang sedang senang-senangnya dengan topik penelitian yang saya ambil. Sesusah apapun referensinya, toh saya tidak peduli. Saya justru bersemangat karena jikalau saya bisa menyelesaikan hal ini dengan baik, tentu saja ada sedikit kebanggaan yang akan muncul. Saya bisa menganggap diri saya keren untuk pertama kalinya. Tapi, di sisi lain, dengan topic yang lumayan sulit untuk ukuran saya, tentu saja saya akan melewati berbagai macam tingkatan depresi karena apa yang saya kerjakan tak kunjung usai. Lalu, saya bisa saja berhenti di tengah jalan sebelum sempat menyelesaikan hal yang nantinya akan membuat saya sedikit keren itu. Saya bosan, saya depresi, saya hampir gila, dan beberapa alasan lain yang dengan mudah menurunkan semangat saya.

0 komentar:

#12

Jumat, Oktober 10, 2014 Unknown 0 Comments

Saya mengumpulkan niat. Saya bilang kepada diri saya sendiri, apapun yang terjadi saya akan mengerjakan dua bab yang teramat sulit itu dalam satu minggu saja. Betapapun sulitnya mencari referensi, betapapun susahnya saya merangkai kalimat. Satu minggu. Hanya satu minggu. Tidak lebih. Dalam satu minggu itu, saya harus memaksimalkan kerja otak saya. Sepertinya ini sudah waktunya bagi otak saya untuk bekerja sedikit lebih keras.

Demi target yang akan saya kejar dalam waktu satu minggu ini, saya akan mengorbankan segala kesenangan saya selama ini. Tidak boleh ada kata malas. Saya sudah cukup bodoh, kalau saya juga malas, mau jadi apa saya ini? Tidak boleh ada nonton film sampai larut malam dan hal-hal yang menyangkut kesenangan saya. Selama ini, saya sudah terlalu memanjakan diri saya sendiri dengan terlalu banyak memberikan kompensasi. Mengerjakan tugas 5 menit tapi istirahatnya berjam-jam. Kali ini tidak ada lagi.

Saya harus berusaha mati-matian. Setidaknya untuk seminggu ini. Saya akan mengerjakan tugas saya dengan semaksimal mungkin. Bismillah. Seminggu ini saja.

0 komentar:

#11

Selasa, Oktober 07, 2014 Unknown 0 Comments

Saya butuh keajaiban. Keajaiban yang saya inginkan adalah mendadak ada setumpuk referensi di hadapan saya tanpa harus susah susah mencari, ada keinginan yang begitu besar untuk menyelesaikan semuanya, otak saya tiba-tiba bekerja dengan sangat baik, dosen-dosen memuji kekerenan proposal saya, lalu proposal skripsi saya diterima tanpa revisi sama sekali.. Sayangnya, mana ada hal-hal seperti ini terjadi begitu aja. Yang ada, saya masih harus mencari referensi sendiri, keinginan mengerjakan tidak juga muncul, otak saya tidak bekerja untuk hal-hal seperti ini, proposal saya entah bagaimana kabarnya. Pft.

Keajaiban tidak akan diturunkan kepada orang-orang seperti saya. Saya tahu itu.



0 komentar:

#10

Selasa, Oktober 07, 2014 Unknown 0 Comments

Bagaimana caranya supaya saya bisa menuliskan bab demi bab dengan lancar? Merangkaikan kata-kata untuk sesuatu yang ilmiah entah kenapa membuat otak saya berpikir dengan sangat keras. Tidak seperti tulisan-tulisan lain yang biasa saya buat. Ya meskipun tulisan-tulisan saya tidak terlalu bagus, setidaknya saya bisa menuliskan apa yang saya mau dengan sangat lancar tanpa harus membuat otak saya over heat.


Oh my God. Bagaimana bisa saya menyelesaikan semua ini tanpa luka di sana-sini?

0 komentar:

#9

Selasa, Oktober 07, 2014 Unknown 0 Comments

‘Semangat ya ngerjain proposal skripsinya’
‘Jangan keasyikan ngerjain proposal skripsi lho ya. Makan dulu. Kesehatanmu lebih penting’
‘Ayok ah jangan males-malesan. Katanya mau lulus bulan April’

Saya berbicara pada diri saya sendiri. Setidaknya itu lebih baik daripada tidak ada yang menyemangati sama sekali.

Saya mempunyai rasa malas yang lebih banyak dari orang-orang kebanyakan dan saya membiarkan rasa malas itu berkembang biak di dalam diri saya. Saya tidak mempunyai target lulus yang jelas. Saya kurang bersemangat. Dan yang lebih parah lagi, saat saya dikejar deadline, saya sering lupa makan dan tentu saja tidak ada yang dengan sukarela mengantarkan makanan ke kost saya dan mengatakan ‘makan dulu biar nggak sakit’. Saat saya sedang dalam kondisi waras, saya berusaha memotivasi diri saya sendri. Saya mengingat cita-cita saya. Berbicara di depan kaca dengan kalimat-kalimat motivasi ala motivator-motivator ternama. Saya kembali meyakinkan diri saya bahwa saya sebenarnya tidak bodoh-bodoh amat.


Untungnya, ada beberapa teman yang meskipun intensitasnya tidak sering, namun mereka selalu menyemangati saya. Saya sangat berterimakasih. Setidaknya, masih ada yang mau menyempatkan waktunya untuk peduli dengan keadaan saya. Terkadang, berada di antara orang-orang yang mau peduli, mampu membuat saya menjadi semakin bersemangat.

0 komentar:

#8

Selasa, Oktober 07, 2014 Unknown 0 Comments

Deadline BAB 2 dan 3 masih dua minggu lagi. Berhubung BAB 1 saya masih tergolong salah besar, saya menanggung beban 3 Bab sekaligus dalam 2 minggu. Harus bersandar pada bahu siapa kalau ditengah pengerjaan bab demi bab yang mematikan itu tiba-tiba saya merasa begitu lelah? Orang-orang beriman selalu mengatakan, saat tidak ada bahu untuk bersandar, masih ada lantai untuk bersujud. Jelas saya tahu itu. Namun sebagai orang dengan iman yang masih gonjang-ganjing, saya akan berkata ‘saat tidak ada bahu untuk bersandar, masih ada bahu jalan kok’.


Sial. Oh Bapak dosen yang terhormat, bolehkan saya memutuskan untuk walk out ?

0 komentar:

#7

Selasa, Oktober 07, 2014 Unknown 0 Comments

Saya mengagumi dosen saya. Apa yang membuatnya mempesona pun sebenarnya saya tidak terlalu paham. Toh beliau tidak ganteng, tidak putih, tidak modis, tapi saya selalu merasa seperti tersihir setiap kali melihat beliau mengajar. Jelas sebuah kemustahilan kalau beliau memakai susuk pemancar aura atau semacamnya. Ah, pikiran saya terlalu klenik.

Pada hari pengumpulan BAB 1, dosen saya yang entah kenapa saya kagumi itu masuk kelas dengan rambut basah yang disisir rapi ke belakang. Pyar. Dalam hati saya mengatakan ‘Pria seperti ini lho yang selama ini saya cari. Andai saja ada pria semacam dosen saya ini, saya pasti tidak akan repot-repot jatuh cinta kesana kemari’.

Dengan wawasannya yang jelas lebih luas dibandingkan dengan saya, beliau menjelaskan perihal BAB 1 ini. Bahwasanya, dalam penulisan latar belakang itu harus dituliskan alasan-alasan yang mendasari pemilihan topik penelitian dan hal-hal lain yang tidak terlalu saya dengarkan lagi karena saya telah menyadari bahwa BAB 1 yang saya buat sudah pasti salah total.


Baiklah. Rupanya usaha copy-paste saya sia-sia. Saya harus mengulang segalanya dari nol, dengan kalimat-kalimat yang saya rangkai sendiri. Ya Tuhan. Lelah otak adek bang!

0 komentar:

#6

Selasa, Oktober 07, 2014 Unknown 0 Comments

Mendapat telpon dari Ibu benar-benar mampu meningkatkan semangat. Saya mengeluh kepada Ibu saya tentang otak saya yang hampir meledak memikirkan si calon skripsi ini. Lalu Ibu saya menyemangati saya dan menyuruh saya untuk tetap berusaha. Kata Ibu saya, jangan sampai kalah dengan teman-teman yang lain.
‘Teman-temanmu aja bisa, kamu juga harus bisa dong. Jangan sampai kalah’, kata Ibu saya dengan nada yang sudah sangat saya hafal di telinga.

Ibu saya menggantungkan harapan yang teramat besar pada anak satu-satunya ini. Saya tentu saja merasa sangat bersalah kalau-kalau saya mengecewakan Ibu saya nantinya. Dengan ini, yang saya perlukan hanyalah keinginan untuk bisa melesat jauh meninggalkan orang-orang yang selama ini sudah terlalu jauh membuat jarak dengan saya. Saya ingin melampaui teman-teman saya. Entah bisa atau tidak. Ini demi Ibu saya.

0 komentar:

#5

Selasa, Oktober 07, 2014 Unknown 0 Comments

BAB 1 sudah selesai. Tidak ada kata-kata yang saya buat sendiri. Memalukan sekali bukan? Mahasiswa semester 7 tapi belum bisa merangkai kata-kata untuk sekadar membuat latar belakang penelitian dan sejenisnya. Tidak ada pembelaan untuk hal ini. Saya akui, saya memang tidak bisa menuliskan apapun untuk hal-hal yang berhubungan dengan penelitian atau apapun itu. Pengetahuan saya terlalu sempit. Minat saya terhadap dunia riset hampir mendekati angka nol. Apa daya, melakukan sebuah penelitian dan menjadikannya sebuah skripsi adalah salah satu syarat untuk lulus. Saya ingin lulus. Tentu saya saya harus melewati semua ini. Pedih, tapi akan lebih pedih lagi kalau saya terjebak selamanya di dalam dunia mahasiswa dengan umur yang semakin hari semakin menua. 

0 komentar:

#4

Selasa, Oktober 07, 2014 Unknown 0 Comments

Judul penelitian teman-teman saya keren-keren. Ada yang mau meneliti tentang ah entahlah. Saking kerennya, saya malah lupa. Rata-rata sudah mendapatkan pujian yang luar biasa dari dosen yang mengampu mata kuliah ini. Sedangkan saya? Membaca judul sendiri saja  rasanya sudah seperti mau muntah. Biasa. Standar. Basi. Tapi mau bagaimana lagi. Bisa gila saya kalau mengambil judul yang susah-susah.

Saya juga ingin penelitian saya nantinya dipuji-puji dosen. Ah menyenangkannyaaa yaa saat dibilang ‘penelitianmu keren lho mbak’. Tapi sudahlah, expect nothing and you will never be disappointed adalah prinsip yang selalu berusaha saya pegang. Meskipun susah juga si. Mana bisa seorang manusia tidak menaruh harapan.

0 komentar:

#3

Selasa, Oktober 07, 2014 Unknown 0 Comments

Saya adalah tipe-tipe orang yang baru bisa menyelesaikan segala sesuatu saat deadline sudah di depan mata. Deadliner sejati. Selain karena sifat pemalas saya yang sudah sangat keterlaluan, otak saya juga tidak akan bisa bekerja saat tidak ada tekanan. Masih kurang 1 hari sebelum BAB 1 harus dikumpulkan. Saya sudah berusaha sangat keras untuk menyelesaikan BAB 1 sebelum deadline. Namun apa yang saya dapat? Yang saya dapat hanyalah satu paragraf yang terdiri dari 5 kalimat pendek. Goblok. Hanya itu kata yang bisa mendeskripsikan diri saya pada saat itu. Teman-teman yang lain mungkin sudah selesai dengan kalimat-kalimat yang teramat amazing dan sudah pasti akan dipuji-puji dosen. Lemas. Saya tidak ingin melakukan apa-apa. Saya tidak bisa melakukan apa-apa. Niat busuk saya kembali muncul, mendominasi pikiran saya. Tanpa pikir panjang, saya meng­copy-paste kalimat-kalimat di sana-sini sampai berlembar-lembar. Saya lupa tentang tata cara mengutip yang baik dan benar. Saya lupa kalau saya diharuskan mempunyai gagasan sendiri untuk setiap latar belakang penelitian saya. Yang saya ingat, saya melakukan sebuah kesalahan besar tapi saya selalu berusaha mengabaikannya. Saya seperti kerasukan setan plagiat. Tapi saya tidak peduli. 

0 komentar:

#2

Selasa, Oktober 07, 2014 Unknown 0 Comments

Referensi abal-abal sudah terkumpul lumayan banyak. Hasil download seharian itu saya jadikan satu di dalam sebuah folder yang saya namai ‘Lelah Pikiran Adek Bang’. Saya katakan referensi abal-abal karena ini hanyalah skripsi-skripsi terdahulu dengan judul yang sama dengan yang akan saya ambil, hanya berbeda objek penelitian saja. Mulai dari sini, niat busuk saya sudah mulai tercium kan? Iya, saya akan membaca semua referensi itu, membandingkan satu sama lain, kalimatnya dicampur-campur, lalu saya ketikkan lagi di dokumen saya sebelumnya yang hanya bertuliskan ‘BAB 1’. Mental saya sudah rusak. Untuk kesekian kalinya, saya merasa kasian dengan tanah air saya. Indonesia, buang saja saya ke luar angkasa.

0 komentar:

#1

Selasa, Oktober 07, 2014 Unknown 1 Comments

Saya tidak tahu harus mulai menulis dari mana. Lembar halaman Ms.Word saya masih bersih. Teman saya menganjurkan untuk menulis judul terlebih dahulu, isinya bisa dipikirkan nanti. Ada benarnya juga saya pikir. Lalu dengan font yang ukurannya sengaja saya besarkan, saya mengetikkan BAB 1. Di dalam BAB 1, saya harus menuliskan latar belakang, rumusan masalah dan segala hal yang sebenarnya tidak terlalu saya mengerti. Tidak seperti tulisan-tulisan yang biasa saya buat, tulisan ilmiah semacam ini benar-benar berhasil membuat saya hampir gila. Satu kalimat pun tidak bisa saya rangkai meskipun saya sudah berjam-jam duduk di depan laptop sambil membaca referensi-referensi abal-abal. Musik yang saya putar pun rasa-rasanya sudah habis ber-album-album. Saya meragukan kemampuan otak saya. Latar belakang saja saya tidak bisa membuatnya dengan baik. Yang model begini kok minta lulus cepat. Yang otaknya begini kok pengen jadi sarjana. Bisa semakin rusak negara Indonesia. 

1 komentar:

Suwung, Lebih Dari Apapun !

Rabu, September 24, 2014 Unknown 0 Comments

Suwung, Lebih Dari Apapun !

Jumlah waktu luang saya terlalu berlebihan. Saya tidur melebihi jam tidur orang-orang kebanyakan. Melek sampai pagi untuk kemudian tidur sampai sore. Kalaupun saya tidak menghabiskan waktu dengan cara memejamkan mata, kerjaan saya paling hanya membaca novel. Satu novel habis dibaca beberapa jam saja. Setelah itu, saya paling menonton stok drama Korea yang tersimpan di hardisk laptop. Menangis kalau kebetulan membuat sedih, tertawa kalau sekiranya lumayan pantas untuk ditertawakan. Sambil sesekali membayangkan andaikan perjalanan hidup saya semanis tokoh-tokoh di drama Korea. Hidup awut-awutan tapi ujung-ujungnya ada pria tampan nan kaya jatuh cinta padanya. Huh. Mana ada di dunia nyata. Drama habis ditonton, saya berbaring lagi. Menerawang langit-langit kamar dan beberapa saat kemudian saya sudah tertidur pulas. Dan ketika saya tidur, saya bahkan lupa kalau saya belum makan seharian.
Saya kok parah sekali. Teman-teman saya bahkan sudah melakukan kegiatan sejak pagi hari. Minimal, tidak hanya tiduran di kasur kost lah, entah itu travelling, menghadiri acara ini itu, sharing-sharing dengan teman kampus, atau sekadar makan bersama. Anehnya, saya tidak begitu antusias melakukan hal-hal yang demikian. Saya justru menyukai saat-saat sendirian di dalam kamar lebih dari apapun.  Jangan membayangkan kalau saya adalah orang yang terlihat begitu aneh mengingat saya yang jarang keluar kamar dan bersosialisasi dengan banyak orang. Setidaknya saya masih bisa berkomunikasi dengan sesama kok, sedikit-sedikit.
Waktu luang saya terlampau banyak. Bukan karena saya tidak ingin melakukan kegiatan-kegiatan seperti yang lainnya. Bukan. Melainkan saya adalah tipe orang yang harus melakukan segala sesuatu sesuai dengan apa yang saya sukai. Saya tidak suka nganggur, tapi saya lebih tidak suka lagi kalau saya harus melakukan hal-hal yang bahkan tidak saya sukai.

Oh iya, saya suka travelling. Kalau saja saya sedikit pintar dalam mengingat jalan, mungkin saya sudah pergi kesana-sini sendirian. Saya akan tidur lagi. Tapi saya akan menghilangkan rasa kantuk saya jauh-jauh kalau ada yang mau mengajak saya menjelajah. Bagaimana? Ada yang bersedia mengajak saya berjalan-jalan? 

0 komentar:

Tentang Sebuah Pertemuan Kembali

Senin, Maret 03, 2014 Unknown 0 Comments

Tentang Sebuah Pertemuan Kembali

Bertemu kembali orang-orang lama. Masing-masing barangkali bertanya-tanya ‘masih ingatkah dengan saya?’. Tentu. Tubuh kita memang bukan lagi tubuh milik seorang anak SMP berusia 13-15 tahunan, yang kecil, yang rambutnya keriting, yang cupu. Tapi ini bukan kisah drama Korea atau sinetron Indonesia, berpisah 5 tahun saja wajahnya sudah jauh beda, dari yang tadinya tidak ada potensi cantik mendadak luar biasa mempesona. Wajah-wajah kita rata-rata masih sama. Hanya sedikit lebih tua. Lihat saja jenggotnya, lihat saja kerutan kecil yang tampak disekitar kelopak mata. Umur tidak bisa disangkal.

Nostalgia selalu menjadi tema utama. Yang lampau kadang memang terasa lebih manis saat dikenang. Hingga kadang, ingin sekali lagi terulang kalau bisa dua kali. Dulu, beberapa dari kita barangkali setiap harinya selalu merindukan menjadi orang dewasa, bukan anak SMP yang berseragam putih-biru. Sekarang kita hampir melewati semua proses untuk menjadi dewasa. Kita sudah pernah menjadi anak SMA, berseragam putih-abu abu yang perlahan mulai mengagungkan kebebasan atas nama anak muda. Lepas SMA, jalan yang kita lewati barangkali tak lagi sama. Ada yang melepas masa lajangnya, ada yang bekerja agar kaya, ada yang tak bosan-bosannya menjadi siswa demi gelar sarjana, bahkan ada yang menghilang sama sekali. See, tanpa diminta, waktu bahkan terlalu cepat menjadikan kita sebagai manusia dewasa yang sempurna.

Perubahan itu pasti. Dengan sebegitu banyak langkah yang telah kita tapaki di bumi, mana mungkin kita masih menjadi orang yang sama seperti 5 tahun silam. Bertemu kembali dengan segala resiko perubahan yang ada. Menebak-nebak ‘masihkah dia seperti yang saya kenal dulu?’ bisa membuat sedikit resah.

Delapan orang yang dulunya pernah berjalan bersama-sama untuk kemudian terpisah sekian lama sekarang berkumpul dalam satu forum. Satu sama lain barangkali saling mengamati. Dalam hatinya bisa jadi sedang membicarakan masing-masing ‘kok dia jadi gendut ya’ ‘wah, sekarang dia udah dandan’ ‘cie yang sekarang jadi jenggotan’ ‘masih kurus aja dia sampe sekarang’ ‘buseet, masih cerewet aja ya’ . Canggung? Bisa jadi iya, bagaimanapun kita sudah lama tidak berjumpa. Sekian tahun, masing-masing orang berkumpul dengan orang-orang dengan pemikiran yang berbeda, hidup di lingkungan yang berbeda.

Pembicaraan tentang cinta mendadak menjadi menarik. Usia usia dua puluhan memang sedang memasuki masa-masa ‘males kerja/kuliah pengen nikah aja’. Dimanapun sama. “Sekarang sama siapa? Koleksi mantan sudah berapa? Mau nikah kapan?” menjadi pertanyaan favorit dalam forum reunian. Yang jomblo serasa ingin mati saja kalau sudah dihadapkan pada pertanyaan demikian. Sebaliknya, yang sudah menggandeng seseorang, muka-mukanya justru terlihat excited saat ditanya ‘Mau nikah kapan?’. Nikah urusan nanti, yang jelas sekarang saatnya untuk menikmati pertemuan ini kembali sebelum masing-masing pergi lagi dan sulit ditemui.

Pertemuan dengan orang lama selalu penuh cerita, bahkan penuh tawa. Atmosfernya masih sama seperti 5 tahun yang lalu. Masih hangat, masih konyol bahkan lebih konyol, masih terlihat layaknya anak-anak SMP yang belum penuh dengan kekhawatiran-kekhawatiran duniawi.

Bersyukurlah karena ternyata kita tidak berubah banyak. Bersyukurlah karena ternyata kita masih menjaga kepingan-kepingan kenangan masa lalu dengan baik. Bersyukurlah karena kita masih ada keinginan untuk kembali menjumpai setiap tokoh yang sempat mengisi hari-hari kita beberapa tahun yang lalu, tokoh yang sedikit banyak memberi cerita disetiap berubahnya waktu.

Haruskah kita berpisah lagi? IYA.  Berpisah untuk kemudia bertemu lagi tidaklah menjadi sebuah masalah bukan? Di belahan dunia yang ini, tidak ada waktu yang berputar menjadi teramat lama.

See you soon guys. Great to meet you all.



0 komentar:

Ketika Jomblo Angkat Bicara

Senin, Februari 24, 2014 Unknown 0 Comments

Ketika Jomblo Angkat Bicara

Usia dua puluhan tapi kemana-mana masih sendirian. Usia dua puluhan tapi masih belum ada gandengan. Kata orang orang, sebutannya jomblo. Lalu orang-orang perlahan-lahan menjadikan jomblo sebagai sesuatu yang hanya layak untuk ditertawakan. Pada kelompok tertentu, jomblo dimanfaatkan sebagai sarana untuk mengumpulkan pundi pundi rupiah. Di layar kaca, kejombloan seseorang dikemas sedemikian rupa dengan kata-kata yang dilucu-lucukan. Penonton bertepuk tangan seolah mengiyakan, penonton tertawa sampai terpingkal-pingkal, comedian pun merasa sukses besar padahal dirinya sendiri juga adalah seorang jomblo.

Di usia dua puluhan pula, banyak wanita yang sudah khawatir akan kejombloannya. Takut tidak kebagian pria mengingat jumlah pria yang semakin hari semakin punah saja seperti Harimau Sumatra. Takut tidak ada yang menanyai ‘will you marry me?’ suatu hari nanti padahal orang-orang seumurannya rata-rata anaknya sudah SMP. Terus kalau ditanya ‘kok belum nikah-nikah mbak?’, mau berbohong apalagi? Masa iya akan terus menerus bilang ‘masih kuliah, mau fokus kuliah dulu’ , basi. Nyatanya memang tidak ada yang bilang cinta, mau apalagi. Tidak laku? Terlalu mahal barangkali. Pria-pria di luaran sana lebih memilih wanita yang gampang luluh dengan rayuan gombal, sebatang coklat harga goceng, dan setangkai bunga plastic.

Sedikit banyak, jomblo di luaran sana adalah orang yang terluka. Mereka dilukai oleh masyarakat yang hanya menganggap sempurna orang-orang yang telah memiliki pasangan dan menganggap tak laku wanita yang masih saja lajang di usai yang mulai matang. Sakit bukan. Beberapa wanita ada yang bahkan sudah merencanakan hal-hal apa saja yang dilakukannya manakala dirinya tak kunjung menemukan pasangannya, saking frustrasinya dengan ocehan ocehan ibu-ibu rumpi yang tiap semenit sekali menanyakan ‘kok belum nikan juga? Nggak capek sendirian? Atau nggak laku?’.

Kekhawatiran-kekhawatiran yang ditimbulkan dari fenomena jomblo ini pada dasarnya bisa hilang sama sekali. Asal saja lajang di usia yang sudah cukup matang adalah hal yang biasa. Tidak ada yang perlu ditertawakan, digunjingkan ataupun diperlakukan berbeda.

Apa salahnya berjalan sendirian di antara sekian banyak yang mencoba bergandengan –meskipun akhirnya banyak yang kebablasan-? Toh jika menunggu sedikit lebih lama, pasti akan ada yang mengajak berlari bersama. Tuhan tidak akan mengingkari firman-Nya sendiri bukan bahwa setiap makhluknya diciptakan berpasang-pasangan? Apa salahnya menghabiskan jatah jomblo-meskipun Tuhan terlalu baik hati dalam memberikan jatah ini-? Menunggu sampai halal, di sabar-sabarin meskipun perih juga lihat di pojok sana-sini hampir semuanya berpasangan. Sedih juga saat satu per satu teman-teman meninggalkan kita sendirian saat dirinya telah mendapatkan pasangan. Tuhan menyiapkan rencana yang indah untuk orang-orang yang sampai detik ini menjaga dirinya kok. Jika ada pertanyaan ‘kenapa masih jomblo?’ jawabannya ‘barangkali saya belum butuh pasangan, Tuhan kan ngasihnya apa yang saya butuhkan, bukan yang saya inginkan’. See, jomblo mempunyai kemampuan ngeles yang luar biasa.

Jika sampai detik ini masih belum ada yang menyatakan cinta atau kemudian mengajak hidup bersama, santai aja lagi. Seberapapun inginnya menikah sebelum terlanjur disebut perawan tua, seberapapun inginnya dicintai oleh seorang pria keren sampai sebegitunya dalam memperjuangkan kita, kalau Tuhan belum berkendak, bisa apa?

Sambil menunggu masa-masa itu datang, berkaryalah, ber-travellinglah. Galau is a BIG NO. Khawatir sama masa depan kita nanti juga tidak perlu berlebihan. Secukupnya saja kalau tidak mau gila.


Sekian. #Salam Jomblo Guys

0 komentar:

Semenjak Beranjak

Selasa, Februari 04, 2014 Unknown 0 Comments



Make-upnya sudah selesai sedari tadi. Namun bedaknya selalu luntur karena menangis.

Tapi, nanti dia akan tetap datang. Sebagai seorang tamu di pesta perkawinan sekaligus sebagai seorang yang cintanya bertepuk sebelah tangan.Yang terpenting, dia harus mengeringkan air mata-nya, biar tidak menangis lagi mendapati kenyataan bahwa cintanya diambil orang.

Dipungutnya gaun itu, gaun sutra bersulam, berkerah lebar dan ramping di pinggang. Gaun teristimewa yang diamiliki sepanjang hidupnya.  Lalu dia melangkah menuju cermin, sudah lama dia tidak melihat dirinya sendiri. Sedikit lebih cantik dengan gaun yang dikenakannya. Barangkali akan lebih cantik lagi jika dia tidak kehilangan senyumnya yang baru saja menguap bersama sendu. 

Sekarang, dirinya sudah sempurna, tanpa air mata. Bedaknya tidak lagi luntur.Wajahnya berbedak tipis dengan perona merah delima.Dia memasukkan kakinya ke sepasang sepatu dengan hak paling tinggi yang pernah dia punya. Hari ini, dia menjelma menjadi perempuan paling cantik. Hari ini, semua orang harus akan mengingatnya. Di hari yang paling dia benci ini, dia harus lebih cantik dari sang pengantin.

Di depan orang yang paling dicintainya dan orang yang dicintai oleh orang yang paling dicintainya, dia mengucapkan selamat lalu berlalu begitu saja, menguatkan hatinya. Jejaknya hanya menyisakan wangi parfum yang lembut.

Mata yang teramat dikenalnya memandangnya dari kejauhan.

‘Mengapa memandang kudemikian?’
‘Tidak apa-apa’

Mampuslah kau yang merindu, tapi seperti anak mencari-cari alasan. 

0 komentar: