1+1 = (rumit)
1+1= ( rumit )
Pertanyaan pertanyaan itu meluncur
begitu saja dari mulut itu dan semua orang menjawab dengan begitu mudahnya,
semudah menjawab pertanyaan 1+1=2. Kecuali aku. Jika 1+1 bagi mereka
menghasilkan angka 2, bagiku 1+1 adalah rumit bukan kepalang. Sama rumitnya
dengan operasi limit, trigonometri atau bahan kalkulus. Apa kamu akan berkata
bahwa aku terlalu bodoh, oon, goblok? Pertanyaan itu terlalu mudah untuk
dijawab bukan? Sayangnya, tidak. Jangan berpikir kalau aku benar benar tidak
tahu jawabannya. Aku tahu jawabannya tapi jawaban itu entah dimana. Butuh waktu
lama untuk mencarinya di antara tumpukkan sampah di kepala ini, butuh
keberanian untuk mengucapkan, membiarkan dunia tahu semua hal yang sudah
bertahun tahun tertutup rapat.
“
kamu ingin laki-laki yang seperti apa? “ atau “ kamu
ingin wanita yang seperti apa? “
Bukankah itu pertanyaan mudah.
Katakan saja ingin yang ganteng/cantik, pengertian, humoris dan kriteria
kriteria pasaran lainnya. Dan setelah itu selesai, tidak ada desakkan dari pihak
penanya karena rasa penasaran mereka terpuaskan, pertanyaannya terjawab dengan
sempurna, plong. Tapi lihat, ketika pertanyaan itu terlontar ke arahku, yang
bisa aku lakukan hanyalah diam. Bingung, entah apa yang hendak kukatakan. Dan
yang terjadi rasa penasaran itu semakin membuncah, desakkan pun terjadi.
Bibirku terkunci rapat serapat rapatnya, linglung. Ada sesuatu yang menghalangi,
menutup semua jalan keluar suara. Sementara aku masih diam, mereka masih
berusaha mendesak, menanti ada suara yang keluar dari mulut ini. Ujung
ujungnya, mereka menyerah karena kekukuhanku, karena tembok yang menghalangi
alam pikiranku masih kokoh dan belum berhasil diruntuhkan. Asal tahu saja, ini
bukan keinginanku untuk menutup semuanya, bukan. Entah keinginan siapa aku juga
masih belum tahu. Yang jelas, itu bukan keinginanku, bukan keinginanku.
Siapa mau peduli? Yang mereka tau
hanya aku terlalu tertutup jika aku tidak memuaskan rasa ingin tahu mereka.
Mereka benci ketika apa yang telah mereka ungkapkan tidak ada timbal baliknya,
feed back=0, aksi tidak sama dengan reaksi. Itu memang benar benar
menjengkelkan dan menyulut emosi. Kalian pikir aku tidak merasa demikian? Aku
juga lelah, lelah dianggap seperti ini. Aku jengkel ketika aku tidak berhasil
mengungkapkan apa yang ingin aku ungkapkan, sementara yang lainnya begitu fasih
bercerita sefasih membaca Al-Fatihah atau mengucap tasbih. Aku benar benar
merasa kalah dengan sesuatu yang ada dalam jiwa ini yang selalu menghalangi
semuanya. Lalu mereka berkata bahwa hanya dengan cara sharing seperti ini, semuanya akan terasa lebih mudah, lebih ringan
tanpa terkecuali. Aku tahu, hafal malah. Terlalu banyak orang mengatakan hal
demikian, di setiap sudut. Kata kata itu sudah seperti slogan ‘Jagalah
Kebersihan’ atau ‘Buanglah Sampah Pada Tempatnya’ yang terpaku di mana-mana. Dan
tanggapanku terhadap itu semua hanyalah acuh. Terserah.
Diri ini benar benar paham. Mata
kalian masih belum bisa menyembunyikan rasa penasaran itu. Aku terlalu
misterius. Kalian membenci aku yang seperti ini bukan? Sangat membenci malah.
Jangan salahkan aku sepenuhnya. Bukannya semua orang diciptakan berbeda-beda.
Kalian tidak mengelak bahwa setiap jiwa memang tercipta berbeda. Tapi, kalian
tetap bersikeras semua hal yang membuat aku begitu misterius itu bisa hilang.
Aku bisa menjadi pribadi yang begitu berbeda. Sudahlah, mungkin nanti tapi yang
jelas bukan sekarang ini. Tetaplah tenggelam dalam rasa penasaran itu, nikmati
dulu. Suatu saat aku akan menjawab semuanya meskipun bagiku tidak ada yang
perlu dijawab. Aku akan menghilangkan rasa haus akan sebenar benarnya diri ini.
Jangan paksa aku untuk tetap
berbicara karena itu akan membuatku semakin enggan, semakin mengurungkan niat
untuk mengatakan semuanya, semakin bingung akan berkata apa. Buatlah diri ini
nyaman sehingga semuanya akan terucap dengan mudah, mengalir begitu saja tanpa
disadari dan tanpa harus diminta. Aku akan sangat berterimakasih jika kalian
mampu memahami aku tanpa aku harus berkata panjang lebar ingin ini ingin itu,
harus seperti ini harus seperti itu. Dan selama aku masih belum bisa mengatakan
semuanya tentang diri ini, aku juga masih berusaha mengubur rasa ingin tahuku
yang tumbuh seliar ilalang. Aku membunuh rasa ingin tahuku sendiri, mencoret
hal itu dari daftar sifat utama manusia. Sungguh.
Jawaban pertanyaan pertanyaan itu
masih belum kutemukan. Ini tak semudah menjawab 1+1=2. Untuk menemukan angka 2,
aku harus mengais ngais tumpukkan angka angka yang berserakan, kombinasi dari
10 angka pokok sekaligus. Jika kalian begitu mudahnya menjawab 1+1=2, selamat.
Karena 1+1 bagiku sama dengan rumit, pahit. J
0 komentar: