Rumit
Mana yang Rumit?
Ternyata dunia itu rumit. Apalagi
bagian dari dunia yang sering kalian sebut sebagai manusia, itu lebih rumit.
Padahal manusia itu hanya sebuah benda kecil yang diberi tiupan nyawa oleh
Tuhannya. Kemudian manusia itu pun hidup, bergerak, berbicara, berpikir. Itu
saja, lalu apa yang membuat rumit? Entahlah, ada bagian dari manusia itu yang
sulit dipahami. Dan ketika kita mencoba memahami bagian itu, semuanya menjadi
bertambah kompleks seperti tak berujung. Tapi apa salahnya mencoba memahami
meskipun ujung ujungnya hanya sebuah kebingungan alias semakin tidak mengerti. Anggap
saja itu sensasi hebat sehebat sensasi naik turun di sebuah hysteria.
Jika manusia adalah puzzle, itu berarti manusia tersusun
dari berpuluh puluh bahkan beratus ratus bagian kecil puzzle. Kasih sayang, cinta, perhatian, kelembutan, hingga masalah
semuanya menyusun hingga terciptalah sebuah susunan puzzle berbentuk manusia. Terlihat kokoh dan hebat ketika semuanya
lengkap tapi saat ada satu bagian yang diambil perlahan lahan mulai rapuh,
mulai tersingkap. Beberapa ada yang berusaha melepas dan mengobrak abrik
susunan itu, ingin menyusun ulang sendiri atau bahkan bersama. Mereka bercerita
satu per satu tentang bagian bagian kecil itu. Semuanya diceritakan,
diungkapkan dengan mudah semudah menghirup dan menghembuskan napas. Lalu puzzle yang sudah bobrok itu perlahan
lahan tersusun dengan sendirinya, lebih kokoh karena semua hal yang akan
meruntuhkan sudah dibuang jauh. Dan beberapa lagi ada yang berusaha melindungi puzzle-nya supaya tidak terjamah, suci,
tidak hancur. Sekuat tenaga mereka menolak untuk mengobrak abrik puzzle-nya itu meskipun sana sini sudah
menawarkan bantuan untuk mendirikannya kembali. Semuanya semata mata hanya
karena mereka ingin membuktikan bahwa dirinya kuat, bahwa hal hal yang
mengancam akan merapuhkan bahkan menghancurkan pertahanannya bisa mereka hadapi
tanpa harus menyeret berbagai pihak kecuali Tuhan. Berbagai pihak menghujat
kekukuhannya, menganggap mereka terlalu memaksakan diri, sok kuat, sok tegar,
sok bisa sendiri. Mereka hanya bisa diam dan mendengarkan, acuh tapi sakit,
tersenyum tapi pahit. Bukankah mereka hanya sedang berusaha mempertahankan
pertahanannya sendiri? Rupanya itu salah. Semuanya ingin dan harus tahu apa
yang sedang tersembunyi dibalik susunan puzzle
itu, tapi mereka menutup pintu, tak membiarkan ada celah sedikitpun, rapat,
solid. Pada akhirnya mereka mulai menyerah, tidak bisa lagi menjelaskan kenapa
semuanya bisa serapat ini? Ini bukan salah mereka, jangan salahkan ketidakterbukaannya.
Menyelamlah lebih dalam dan temukanlah di dalam diri mereka, ada sesuatu yang
menjerat dan menutup sehingga semuanya benar benar sempurna tertutupi. Itulah alasan
sebenar benarnya alasan.
Bagian mana lagi yang membuat
manusia terlihat rumit? Semuanya. Tentang hidupnya, tentang persahabatannya,
tentang cintanya, tentang rasa ingin tahunya yang terlalu jauh, tentang
mimpinya dan masih banyak lagi yang akan memperumit. Entah itu benar benar
rumit atau hanya ilusi, siapa yang tahu. Kelihatannya rumit, itu saja. Banyak
yang berusaha mengulur kerumitan yang sudah seperti benang kusut itu.
Meluruskan semuanya supaya jelas. Tetapi ada juga yang tetap diam, tidak
memperkusut juga tidak berusaha mengulur. Menganggap semuanya masih baik baik
saja dan tak ada yang perlu diperbaiki. Manusia itu berbeda-beda, mungkin itu
yang membuat semuanya semakin rumit. Sudahlah, lupakan. Jangan diperumit.
0 komentar: