Masih Angin
Masih tentang Angin
Sampai detik ini, gue masih kejebak
di dalam putaran angin. Angin yang dulu menyeret gue tanpa permisi dan tentunya
tanpa persetujuan gue. Gak sopan, lancang, brengsek, bangsat.
Angin ini udah nerbangin jiwa gue
ke tempat yang jauh, tempat yang aneh,dan tempat yang semakin gue gak ngerti.
Semuanya jadi berasa semakin ruwet. Di dalam putaran putaran itu, jiwa gue
bercampur aduk sama segala hal yang sebenernya pengen banget gue hindari.
Masalah, rasa benci, hasrat membunuh, kebohongan, topeng kepalsuan, dendam,
prasangka seolah olah mencengkram erat tangan gue yang selalu berusaha meraih
pintu keluar,melilit badan gue yang memberontak, melumpuhkan kaki kaki gue yang
berusaha melarikan diri. Gue diem, gue ikutin permainan ini dengan harapan gue
bakal keluar jadi pemenangnya. Harapan ada, tapi kecil, sekecil atom yang ada
dalam teori teori Dalton. Hampir mendekati mustahil tapi Tuhan masih berbaik
hati menusukkan jarum di tengah ketidakmungkinan itu sehingga terciptalah
lubang kecil sekecil-kecilnya. Lumayan. Sejenak, putaran angin ini melemah,
cengkramannya, lilitannya juga demikian. Gue bahagia dan gue pikir angin ini
udah mau berdamai sama gue karena angina ini udah menyadari kalo sesungguhnya
gue bukan anak nakal, gue adalah anak manis yang akan memeluk dengan suka cita
kepada siapapun yang udah mau ngasih gue sedikit kebaikkan dan kelembutan. Perlahan
lahan gue mencoba buat nglepasin segala sesuatu yang ngebikin gue sesak. Tapi
sayangnya, angin ini terbangun lagi, berputar lagi bahkan lebih cepat dari
sebelumnya, marah. Gue kurang strategi karena gue terlalu terburu-buru. Dan
pintu untuk menggapai ruang kelembutan tertutup lagi. Cuman itu satu satunya
pintu yang bisa ngebalikin gue ke dunia gue yang dulu. Yang gue yakinin saat
ini adalah gue bakalan mati membusuk di sini dengan keadaan seburuk ini, dengan
suasana hati yang kacau balau. Gue bakal mati di tengah kebencian yang
mengurung. Astaga, ada satu hal lagi yang ngebikin gue semakin tersiksa, gue
sendirian. Ya, sendirian tanpa terkecuali.
Hari hari berlalu keras. Gue masih
sendirian dan hal yang baru gue sadari sekarang adalah jiwa gue udah mati rasa.
Gue acuh. Gue terlalu capek buat peduli toh gak ada timbal baliknya. Orang
orang di luar sana sibuk neriakin gue, bilang kalo gue berubah dan sederet kata
yang menanyakan alasan. Kenapa,kenapa,kenapa? Angin ini penyebab semuanya, awal
dan akhir. Antara tersiksa, lelah,
pasrah, menunggu waktu dan menikmati.
Suatu hari, angin ini bertemu
dengan angin yang lain. Di angin yang lain itu gue ngeliat hal yang sama sekali
berbeda. Lebih cerah, lebih damai, lebih sempurna dan lebih segala galanya
tanpa gue tentunya. Seketika rasa iri yang tersisa di sebuah jiwa yang sudah
memutuskan untuk mati rasa ini muncul. Berlanjut dengan mengutuki jiwa yang nggak
bersalah ini, kenapa begini? Kenapa gak begitu? Kenapa di sini? Kenapa gak di
situ? Kenapa jiwa yang berada di angin itu terasa sangat bahagia? Kenapa jiwa
ini begitu lemah, kenapa hanya ada mulut yang bisu, kenapa hanya ada mata yang
berusaha mengucap kata dengan air mata? Tuhan pun akhirnya terseret-seret,
disalahkan tanpa punya salah, dibilang gak adil padahal hanya salah pemahaman,
dituduh pilih kasih dengan alasan yang dibuat buat dan berujung dengan kata
maaf karena sempat khilaf. Jiwa jiwa bahagia itu melambaikan tangan, mengundang
jiwa yang rusak ini masuk ke zona nyamannya. Yang ada hanya gelengan kepala,menolak
meskipun ingin. Takut mengotori, takut menghancurkan segalanya. Mereka berlalu
pergi sementara gue melanjutkan menunggu saat yang tepat memperbaiki semuanya
atau malah menunggu waktu untuk benar benar pergi.
Gue masih bersama angin yang sama.
Menikmati buruknya keadaan, menikmati nikmatnya apa yang disebut banyak orang
sebagai kesendirian, membiasakan dengan segal hal yang berhubungan dengan
kesunyian,kebisuan. Hal hal yang berhubungan dengan kesedihan udah gue buang
jauh jauh, air mata udah kering, perasaan udah offline, yang tersisa cuman
kosong tanpa isi. Itu artinya gue bahagia sekarang. Bukannya definisi orang
bahagia adalah orang yang gak pernah nangis? Gue udah lakuin hal itu dan yaah
gue bahagia. Gue bahagia dalam pusaran sekaligus jeratan angin ini.
Teruslah berputar karena gue hampir
gak punya harapan buat lepas dari semua ini. Bawa gue pergi lebih jauh lagi,
bikin gue lupa jalan pulang. Tetaplah berputar karena gue udah menikmati semua
permainan ini meskipun awalnya menolak keras. Teruslah berputar, semakin cepat ,
cuman dengan cara itu gue bisa membunuh kenangan indah, membunuh tawa yang
pernah hadir. Tetaplah berputar, supaya gue bisa nemuin jiwa baru buat
mengganti jiwa gue yang mati. Teruslah berputar dan buat gue semakin
lelah,semakin bingung,semakin tak mengerti.
0 komentar: