Patah (lagi)
(kuharap) Kau tahu kalau aku mencintaimu dengan
segala isyarat halus yang kuberitahukan kepada malam, dengan beribu-ribu pesan
yang kutitipkan pada hujan. Karena itu aku (berusaha)
mengikhaskanmu.
©©
Aku begitu hangat saat itu. Entah
karena aku sedang demam atau hanya sedang cemburu. Mungkin juga patah hati. Aku
juga masih belum tahu kenapa aku layak untuk patah hati, terlalu sering patah
hati lebih tepatnya. Saking seringnya, rasaku mati berkali-kali. Namun aku
terlalu gengsi untuk menyerah atau mungkin hati ini masih belum lelah dan belum
benar benar patah. Karena itu, aku jatuh cinta lagi, lagi lagi jatuh cinta. Aku
jatuh cinta pada pemilik senyum yang tiada habisnya. Aku begitu hangat saat
itu. Tapi kupikir, ini bukan cemburu atau pun patah hati, ini cinta.
Senyum itu selalu berhasil membuat
jantung ini berdegup lebih hebat dari biasanya dan darah serasa mengalir tidak
pada tempatnya. Sistem tubuhku dikacaukan seketika oleh pemilik senyum yang
sejak dulu sudah kuketahui namanya namun belum pernah membuat degup jantungku tampak
berantakan seperti akhir akhir ini. Hubungan kami hanya sebatas dua orang
manusia yang pernah bertemu beberapa kali secara tidak sengaja tapi tidak
pernah saling memperhatikan satu sama lain. Itu saja. Aku sibuk dengan duniaku
dan dia sibuk dengan dunianya, sibuk mengejar cintanya barangkali. Sampai waktu
itu datang, kami hanyalah dua orang yang tidak akan pernah merasa rindu
walaupun kami tidak bertemu untuk waktu yang lama. Hingga saat itu tiba, kami
hanyalah orang yang akan selalu berlari ke kutub yang berbeda.
Tetesan rasa di atas hati yang
berulang kali patah ini membuatku lain. Seketika aku melupakan kisah-kisah
percintaan pahit masa lalu. Sepotong hati yang baru sudah kugenggam dan kali
ini aku tidak akan membiarkannya patah lagi untuk kesekian kalinya. Dengan
segenap rasa percaya diriku, aku mengklaim bahwa pemilik senyum itu adalah
seseorang yang nantinya akan hidup bersamaku hingga renta. Dalam hati aku ragu,
tapi lagi-lagi senyum itu meyakinkanku bahwa semua itu akan menjadi nyata,
lebih nyata dari apapun.
Maka, semenjak aku tahu bahwa aku
sedang jatuh hati kepada pemilik senyum yang menggetarkan hati, aku mencari
tahu tentang dia. Apapun tentang dia. Asal-usulnya, teman-temannya, orang yang
sedang dicintainya. Bahkan aku mencari tahu nomor handphone-nya, tempat tempat
yang biasa dikunjunginya saat malam minggu tiba, klub sepak bola favoritnya dan
seterusnya. Orang yang sedang jatuh cinta itu mempunyai rasa penasaran yang
bahkan bisa membunuh singa liar sekalipun, tidak terkendali. Selalu ada cara
untuk menembus batas yang tercipta yang menutupi kebenaran yang ada. Dan setiap
orang yang sedang jatuh cinta pada akhirnya akan selalu berhasil menembus batas
itu dan mengetahui setiap kebenaran yang ada di balik batas itu, meskipun
kebenaran itu nantinya akan menimbulkan lara.
Beberapa hari setelah pemilik senyum
itu berhasil mengisi ruang sempit hatiku, aku semakin gencar menunjukkan diri
di hadapannya. Tujuanku hanya satu, supaya dia menyadari ada seseorang yang
berdebar dadanya setiap kali senyum itu terkembang dari bibirnya. Dalam setiap
pertemuan, aku selalu berdoa supaya telinganya tiba tiba mendengar degup
jantung yang tidak biasa sehingga aku tidak perlu berkata langsung bahwa aku
mulai mencintainya.
Pada suatu waktu, kami setidaknya
mulai lebih dekat dari biasanya. Kami sering berbicara, berbicara apa saja. Aku
bercerita tentang hujan yang tidak pernah bisa menghubungkanku dengan hati
seseorang. Lalu kamu mulai tertawa, mengatakanku aneh dan sebagainya. Dan aku
melihat tawanya sekarang. Rasanya aku ingin melompat-lompat kegirangan seperti
anak kecil yang baru saja dibelikan es krim coklat. Dan di sebuah waktu, aku
dikejutkan oleh ajakannya ke pasar tradisional, kupikir dia bercanda karena itu
aku meng-iya-kan ajakannya. Tidak disangka, itu sungguhan. Kalau tahu begini
aku akan menolaknya dengan alasan-alasan yang kubuat-buat. Antara bahagia luar
biasa dan sangat bahagia, aku tidak mengerti, yang jelas aaah aku sudah tidak
bisa mengendalikan degup jantungku. Debaran ini mungkin lebih keras
dibandingkan dengan deburan ombak pantai manapun. Ini berlebihan tapi bukankah
orang jatuh cinta itu selalu berlebihan?
Di saat yang sama, di saat seolah-olah
kelopak kelopak bunga sakura satu per satu jatuh di atas kepalaku dengan alunan
lagu lagu cinta atas respon positif yang diberikannya, aku tidak tahu kalau
cerita ini akan berakhir menyakitkan. Aku tidak tahu, sungguh.
Dia menjemputku pagi pagi sekali. Ini
lucu dan terkesan tidak indah untuk ukuran kencan pertama. Kencan? Iya, aku
menganggapnya demikian dan lagi lagi ini berlebihan. Tidak masalah. Jangan
mengacaukan fantasiku dengan kemungkinan kemungkinan buruk yang sulit
kubayangkan, biarkan aku merasa senang, setidaknya untuk hari ini. Pasarnya
tidak jauh, namun kurasa jarak yang dekat ini kami tempuh dengan waktu yang
lama. Entah karena gas motor yang tidak dipacu dengan dahsyat atau karena bumi
sedang mengerti perasaanku yang ingin berlama-lama dengan orang ini sehingga
tanpa disadari bumi menjauhkan jaraknya. Entahlah. Biarkan aku menikmati saat
saat ini, siapa tahu ini akan menjadi yang terakhir kali aku bisa duduk
berdekatan seperti ini meskipun dia tidak menghadap ke arahku dan sibuk dengan
motornya. Aku bahagia, bahkan aku sangat bahagia hingga hampir gila.
Sejak saat itu, aku tahu kalau dia
suka memasak. Tidak canggih seperti koki tapi cukup untuk membuatku lebih jatuh
cinta. Aku mulai suka memasak. Setiap hari pikiranku dihiasi oleh berbagai
resep masakan. Bahkan pikiran sintingku mulai membayangkan tentang betapa
menyenangkannya bisa setiap hari pergi ke pasar bersama untuk membeli bahan
masakan lalu kemudian mengolahnya bersama-sama. Seandainya itu nyata, mungkin
aku bisa lebih gila daripada ini.
©©
Kukatakan sekali lagi bahwa orang yang
sedang jatuh cinta punya rasa penasaran yang bahkan bisa membunuh seekor singa
liar. Aku mencari tahu tentangnya setiap saat semampuku. Aku diam diam
memperhatikan situs jejaring sosialnya, setiap menit bahkan detik. Dengan
tindakan seperti ini rasanya aku sudah layak menjadi seorang intel FBI. Di
sebuah waktu yang tak terduga, ada sesuatu yang menikam tepat di jantungku,
sesuatu yang sulit untuk dicabut lagi. Di akun twitternya, dia melakukan
percakapan yang sangat intens dengan seorang wanita yang bahkan aku tidak tahu
namanya. Aku men-scroll timeline twitter hingga ujung, hanya ada satu nama itu
yang begitu banyak menghiasi timelinenya. Ada beberapa yang lain, tapi tidak
menyita perhatianku. Pikiran pikiran positif masih kalah jumlahnya dengan yang
negative. Hatiku mendadak layu, lagu lagu cinta yang riang berubah menjadi lagu
medley yang mendayu-dayu, tidak ada lagi kelopak sakura yang gugur. Yang ada
hanyalah sebuah pohon yang hanya tinggal ranting, kering.
Akankah hatiku patah lagi?
Beberapa waktu kemudian, aku tahu
kalau dia sudah mempunyai kekasih. Orang yang sama yang sering muncul di
timeline-nya beberapa saat yang lalu. Di saat saat seperti ini, hanya satu yang
ingin aku pertanyakan, adakah yang lebih menyakitkan dibandingkan dengan cinta
yang selalu bertepuk sebelah tangan?
Ya, hatiku patah lagi.
©©
Aku masih riang seperti biasanya
meskipun aku tahu pemilik senyum itu sudah menambatkan hatinya untuk seorang
wanita berketurunan Cina. Aku juga masih sering membayangkan kalau sang pemilik
senyum yang menawan itu pada nantinya akan tetap memilih pergi ke pasar dan
memasak makanan makanan yang lezat bersamaku. Aku juga masih semangat untuk
membuatkannya masakan. Hatiku tetap berkeyakinan bahwa secantik apapun wanita
yang sedang didekatinya sekarang, akan tetap kalah cantik dengan seorang wanita
yang pandai memasak. Dan akulah wanita yang pandai memasak itu yang suatu saat
akan merebut hatinya.
Hari ini aku ke pasar dengan ditemani
temanku, membeli bahan bahan untuk membuat makanan sederhana, untuknya. Aku
akan membuat klepon, makanan berbahan dasar tepung ketan dengan gula aren di
dalamnya dan dibaluri dengan ampas kelapa di luarnya. Aku membuatnya dengan
sepenuh hati, berharap ada pujian yang keluar dari mulutnya memakan klepon
buatanku. Sayangnya, saat aku datang ke rumah kontrakannya mengantarkan klepon
itu, dia belum pulang. Terpaksa aku berbohong, mengatakan bahwa aku membuatkan
klepon itu untuk orang orang yang ada dikontrakannya. Mereka senang, mereka
mengatakan kalau itu enak. Aku senang, tapi akan lebih senang lagi saat dia yang
mengatakan itu kepadaku. Ah sudahlah, aku pulang saja. Namun sebelum aku
pulang, dia tiba tiba datang. Aku deg-degan dan tidak bisa berbuat apa apa
meskipun sekadar menyapanya dengan riang. Dan dia memakan kleponku. Aku masih
gugup, aku tidak ingat apakah dia mengatakan enak atau tidak. Yang aku tahu,
aku harus segera pulang, aku tidak sanggup melihat senyumnya. Senyum yang sudah
dimiliki orang lain, bukan aku. Cinta dan rasa sakit jaraknya terlalu dekat.
Kata kata yang kuingat sebelum aku
pulang adalah dia meminta dibuatkan pudding coklat dan strawberry. Ah, aku
semangat lagi. Dalam hati aku berkata ‘apapun
akan aku masakkan, untukmu, selagi aku mampu’ .
Cinta dan rasa sakit itu jaraknya
dekat, tapi selain dekat dengan rasa sakit, cinta juga dekat dengan rasa
bahagia.
©©
Aku datang lagi ke rumah kontrakannya,
membawa bahan pudding, bahan kolak dan sayur mayur. Ada banyak makanan yang
harus dimasak hari ini. Aku pasar siang tadi, bergelut dengan teriknya sinar
matahari dan polusi kota, belum lagi keadaan pasar yang semrawut. Rambut
panjangku mulai lepek, tubuhku kebanjiran peluh. Ini semua demi pemilik senyum
itu.
Aku belum jadi membuat pudding
untuknya. Sebagai gantinya aku memasakkan sayur untuk makan siangnya dan
teman-temannya. Katanya enak, ini cukup melambungkan hatiku dan melupakan rasa
lelahku.
Sore menjelang. Matahari hampir
kembali ke peraduannya, sinar jingga memancar syahdu dari ufuk barat. Dan hari
ini malam minggu, sebuah malam yang tidak ada artinya bagiku namun akan sangat
berarti bagi setiap orang yang memiliki kekasih. Itu berarti, malam ini akan
sangat berarti baginya. Aku mencoba menghibur diri dengan pura pura tidak
peduli bahwa dia akan pergi bersama kekasihnya malam ini. Aku memperhatikan
tingkahnya yang sejak tadi. Rupanya dia sedang bingung akan memakai baju yang
mana untuk kencan malam ini. Saking tidak adanya baju yang belum disetrika, dia
mengambil baju di jemuran yang baru saja kering. Aku tertawa. Sebegitunyakah?
Untuk urusan kencannya, aku tidak
peduli. Hatiku sudah biasa dengan hal-hal seperti ini. Bukankah rasanya sama
seperti saat aku mengetahui kalau dia sudah mempunyai kekasih di saat aku
sedang benar benar dilambungkan dengan sikapnya kepadaku? Itu lebih menyedihkan
dibandingkan ini.
Aku bergegas pulang. Sebelum sampai di
depan pintu, temanku berlari menghampiriku seperti habis melihat setan. Dia
membisikkan sesuatu di telingaku ‘ada
pacarnya di sini‘ . DEG. Aku biasa saja dan masih terlihat normal seolah
olah tidak ada sesuatu yang membuat lututku lemas seperti ingin pingsan. Aku
berjalan ke pintu keluar dan melihatnya dengan kekasihnya. Cantik, putih, dan
Cina. Mereka berboncengan, dan motornya melaju saat adzan maghrib hampir
berkumandang, entah kemana, aku tidak ingin tahu.
Ada rasa yang tidak kumengerti. Seolah
tidak rela namun aku bisa apa? aku bukan siapa-siapa, hanya teman yang baru
dikenal. Imajinasiku tentang aku dan dia di masa depan perlahan runtuh. Tidak
akan ada kita, yang ada hanya kau dengan kekasihmu dan aku dengan bayanganku.
Tidak jauh berbeda. Air hangat tiba tiba mengalir di kedua pipi membentuk
semacam sungai kecil. Aku menangis, tanpa disadari aku menangis. Bukan
karenanya, tapi karena aku yang dengan begitu bodohnya masih mengharapkannya
disaat dia sudah bahagia dengan wanitanya. Angan angan yang terlalu tinggi
membuatku sulit berpijak hingga aku menjadi seorang yang imajiner. Lalu aku
bisa apa? aku masih mencintai senyumnya, dan belum ada yang bisa menggantikan
senyumnya sejauh ini.
Ah,
apa lagi yang harus aku perjuangkan untuknya? Dan untuk apa aku masih terus
berjuang demi orang yang lebih memilih pergi dengan kekasihnya dibandingkan
dengan menenggelamkan punggungnya di masjid dan berusaha lebih dekat dengan
Tuhannya? Meninggalkan sholatnya saja mudah, apalagi hanya untuk meninggalkan
seorang wanita?
Aku membuat segenap fakta yang bisa
merobohkan dinding cinta yang sudah kokoh berdiri.
Aku begitu hangat saat itu. Mungkin
sedang cemburu dan patah hati sekaligus. Mengapa aku layak untuk patah hati?
Mengapa aku selalu dibiarkan jatuh hati kalau selalu berakhir dengan patah
hati? Aku lelah mengumpulkan kepingan kepingan hati untuk kemudian
menjadikannya baru lagi untuk kemudian dipatahkan lagi. Sesekali aku tidak
ingin berjuang, tapi aku ingin diperjuangkan oleh seseorang yang kuharapkan.
Aku mencintaimu, karena itu aku
mengikhlaskanmu.
-END-
0 komentar: