My Mom
Sesekali,
cobalah untuk tidur bersama ibumu. Tidak perlu sampai berhari-hari, cukup satu
malam saja. Pada saat malam sudah mulai larut, saat hiruk pikuk kehidupan sudah
tak terdengar, saat hanya tinggal kedua matamu yang masih terjaga, pada saat
itu pula, perhatikan dengan seksama orang yang sedang berbaring di sampingmu,
ibumu.
Aku melakukan ini beberapa
minggu yang lalu sebelum aku pergi lagi meninggalkan ibuku sendirian. Pada
malam itu, aku meminta untuk tidur bersama ibuku. Ibuku cepat terlelap, mungkin
lelah karena seharian membereskan pekerjaan rumah yang kata ibuku tak pernah
ada habisnya. Sekilas sepele, hanya memasak, mencuci pakaian, menyapu dan
hal-hal kecil lainnya. Tapi pastinya tidak akan sesepele itu mengingat setiap
malam, saat ibuku menonton TV bersamaku, tanpa disadari ibuku sudah memejamkan
mata barang beberapa detik lalu kemudian terjaga lagi, kembali mengomentari
acara TV yang semakin tidak karuan. Begitu terus hingga beberapa kali sampai
akhirnya ibuku menyerah dan masuk ke kamarnya untuk mengistirahatkan
badan. Malam itu, aku memperhatikan
ibuku dengan seksama, seolah olah aku akan pergi jauh dan baru akan pulang setelah
sekian lama. Malam itu, aku menagis sesegukan, tanpa suara, dibarengi dengan
desahan napas yang teratur milik seseorang yang namanya tak pernah ketinggalan
kusebut dalam setiap doa. Air mata masih mengalir dan perlahan lahan
menghanyutkanku sampai ke masa lalu dan segala kenangan tentang ibuku, membuat
hati semakin pilu.
---
Ibuku sudah tua sekarang.
Rambutnya sudah mulai beruban, kerutan di wajahnya sudah mulai tampak jelas. Sebulan
sekali setiap aku pulang dari tanah orang, hal yang pertama ibuku minta adalah
mencabuti uban di rambutnya. Ibuku tidak ‘neko-neko’, tidak mencoba coba untuk
menyemir rambutnya agar tetap kelihatan hitam. Sudah wajar katanya, toh suatu
saat nanti juga tetap akan mengalami hal itu, buat apa bertingkah yang
macam-macam. Ibuku juga tidak terlalu suka dandan, sewajarnya saja. Sekalipun
berdandan, hanya mengoleskan bedak murah biasa ke wajahnya dengan pemerah bibir
seadanya. Setahuku hingga detik ini, ibuku tetap seperti itu.
Dulu ibuku pernah bercerita
kalau ibuku bercita-cita menjadi seorang guru Matematika. Sayangnya,
cita-citanya kandas di tengah jalan karena eyangku tidak punya biaya banyak
untuk menyekolahkan ibuku. Tapi, sisa sisa kecintaannya terhadap Matematika
masih terlihat saat aku sudah masuk SD. Setiap hari, aku diajari matematika
oleh ibuku. Bahkan saat itu, aku menganggap guru matematika dan guru SD terbaikku
adalah ibuku. Aku tidak TK. Saat aku masuk SD, aku sudah lancar membaca, menulis
dan berhitung. Itu semua berkat ibuku yang mengajariku dengan telaten setiap
hari sebelum akhirnya aku didaftarkan ke SD.
Tidak banyak yang tahu kalau
aku selalu mendapatkan ranking 1 dari awal masuk SD sampai lulus SD bahkan
hingga SMP kelas 1. Tidak bisa dibanggakan memang karena itu hanya di tahapan
Sekolah Dasar. Ibuku juga demikian, tidak pernah membanggakan aku di depan
orang orang kampung seperti ibu ibu lain yang selalu membanggakan anaknya,
entah karena prestasinya di sekolah atau karena hal-hal yang lain. Ibuku
bersikap seolah olah aku anak yang bodoh sekali karena itu apa yang mau
dibicarakan ke orang-orang? Sikapnya kadang kadang dingin dan cuek, dengar
nilai ulanganku 10 pun, ibuku hanya menanggapi seadanya. Ibuku hanya akan
bereaksi saat nilai ulanganku jelek. Tanpa ini itu, ibuku langsung
menceramahiku sepanjang hari, menyuruhku supaya belajar lebih giat dan
sebagainya. Setidaknya, ibuku sangat perhatian pada sekolahku, sampai detik
ini.
Ibuku disiplin. Saat aku masih
sekolah dulu, Ibu tidak akan pernah membiarkanku pulang malam, nginep di tempat
teman tanpa alasan yang benar benar bisa meyakinkan ibuku, bermain-main ke
tempat yang jauh-jauh meskipun bersama teman-temanku dan apapun yang
berhubungan dengan bermain. Kalaupun aku diizinkan pergi, aku harus memberikan
alasan yang jelas, pergi bersama siapa, pergi kemana, pulang jam berapa, dan
hape tidak boleh dimatikan. Aku sering ngambek dan bertanya tanya kenapa aku
tidak mempunyai ibu seperti teman-temanku, yang memberikan sedikit kebebasan.
Aku ngomel ngomel sepanjang hari, tapi aku menuruti semuanya. Kehidupan masa
sekolahku monoton, hanya sekolah lalu pulang lagi ke rumah, keluar rumah untuk
les dan sesekali bermain meskipun harus membohongi ibuku terlebih dahulu tapi
pada akhirnya tetap mengaku. Dulu aku protes, tapi sekarang aku benar benar
paham akan kehawatiran seorang ibu terhadap putrinya.
Jujur adalah hal yang selalu
diajarkan oleh ibuku. Tidak boleh berbohong atas alasan apapun. Kata ibu,
jujurlah yang akan menyelamatkan kita pada akhirnya. Dan dulu, ibuku hanya
bermodalkan kejujuran untuk bisa mendapatkan posisi kerja yang lumayan di
sebuah kantor, padahal ibuku pada mulanya hanyalah seorang baby sister dari
anak pemilik kantor itu. Jujur memang susah, dulu aku juga sering berbohong
meskipun pada akhirnya cerita juga karena tidak bisa nyenyak tidur. Sampai
sekarang pun, kadang aku masih berbohong, tidak bisa dipungkiri aku langsung
tidak bisa tidur semalaman.
Ibuku juga mengajarkan untuk
selalu menghargai orang, sejelek apapun orangnya, semenyebalkan apapun orangnya.
Menjaga sikap, menjaga lisan, dan jangan sampai menyakiti hati siapapun dengan
lisan kita. Kata ibu,’ wong kadang
kita sudah bersikap baik sama orang juga kita masih bisa dibenci orang, apalagi
kalau kita nggak baik sama orang’. Ini
susah, sangat susah dipraktekkan dalam kehidupan nyata. Setidaknya, aku selalu
mengingat kata-kata ibuku yang ini.
Sama denganku, ibuku tidak
pandai ngobrol. Lebih sering diamnya kalau sedang bersama orang banyak, jadi
pendengar. Karena itu ibuku tidak suka bergossip, membicarakan orang kesana
kemari saat pekerjaan rumah sudah selesai. Jarang sekali terlihat ibuku pergi
ke rumah tetangga, hanya sekadar untuk kumpul kumpul. Ibuku memilih di rumah
saja meskipun sendirian.
Ibuku menjengkelkan. Saat marah
karena tingkahku yang keterlaluan, ibuku tidak segan segan memukulku dengan
barang apa saja yang ada di dekatnya. Ibuku juga cerewet, selalu melarangku ini
itu. Ibuku tidak membelikan apa saja
yang aku minta, ibuku justru memintaku untuk menabung sendiri kalau ingin
membeli sesuatu.
Aah, ibuku saja tidak pernah
membicarakan keburukanku, lalu mengapa aku masih bertingkah seperti barusan?
Memalukan.
---
Aku menatap ibuku lagi yang
tidurnya semakin pulas. Aku menangis lagi mengingat aku masih jadi seorang anak
yang demikian tidak pantas dibanggakan. Aku masih menjadi anak yang pemalas.
Sering membantah saat diperintah ibuku walau hanya untuk menyapu lantai. Di saat
sudah kuliah pun aku masih belum bisa membanggakan ibuku, dengan IP yang masih
pas-pasan, ilmu yang tidak diamalkan, dan sering bilang kalau sudah malas kuliah padahal
ibuku berharap banyak dariku.
Aku mendengar desah napasnya
dengan teramat jelas. Desah napas yang mulai panjang-panjang, menandakan umur
yang sudah tidak muda lagi. Lalu di dalam hatiku yang paling dalam tanpa sadar
aku berjanji akan membahagiakan ibuku. Membayangkan semua yang sudah
dilakukannya untukku, itu sudah tak terhitung banyaknya. Aku pikir, aku hanya
bisa menggantinya dengan doa yang kupanjatkan setiap hari, itupun masih belum
bisa membalas semua kebaikan ibuku terhadapku.
Aku kehabisan kata-kata.
Aku menyayangi ibuku lebih dari
apapun meskipun tidak pernah diungkapkan secara langsung. Aku menyukai segala
hal yang ada dalam diri ibuku. Aku tahu, alasan aku rindu rumah setiap kali ada
di kota orang adalah ibuku. Alasan pulang ke rumah adalah ibuku, tidak ada yang
lain. Aku merindukan omelan omelannya yang panjang dan melelahkan untuk
didengar. Aku merindukan semuanya..
Ah, malam itu aku mengerti
betapa aku menyayangi wanita yang sedang tidur dengan pulasnya itu dan betapa
aku tidak bisa lama lama jauh dari sosoknya. Saat jauh, aku cepat rindu.
Lagi lagi aku kehabisan
kata-kata, lalu aku menangis lagi, sampai akhirnya aku tidur tanpa kusadari..
Tulisanmu mengingatkanku pada sosok mulia itu. http://indradarma-wan.blogspot.com/2012/11/bunda-sepucuk-surat-untuk-tuhan.html
BalasHapusSemoga kita dapat membahagiakan mereka semua. Sangat menyesal apabila mereka belum sempat melihat keberhasilan kita, yang merupakan sebab daripada mereka tersenyum. Jadi, marilah kita bersungguh-sungguh membahagiakan mereka.
NB: semangaaat Tikaaaaa! :) :) :) Sebenarnya aku gak tahu tipe tulisan yang seperti apa yg disuka Tika, tp klo blh jujur, blogmu sering tak 'kepoin', meski jarang diberi komen, jadi, klo boleh minta imbal balik, silakan 'kepoin' blogku di www.indradarma-wan.blogspot.com Komentarilah tulisan yg memang kamu suka & niat berkomentar. Terima kasih :) hehe.... :) :) :)