Surat Seorang Asing
Surat Seorang Asing
Dear Tuan,
Sudah
bahagiakah kamu dengan dia yang sekarang? Kupikir sudah. Kamu sering
menghabiskan waktu bersamanya, berfoto bersama dengan pose macam-macam lalu
disebarkan di media sosial dan tanpa sengaja membiarkan aku mengetahui
kebahagianmu. Aku mencoba tidak peduli. Tapi apanya yang disebut tidak peduli?
Sedetik setelah kamu menyebarkan fotomu, aku membuka album foto di Facebook-mu
dan mencari tahu segala apa yang telah kamu lakukan di hari itu bersama
pasanganmu. Setelah itu aku hanya mengucapkan ‘OH’ dan tidak ada perasaan
cemburu sama sekali. Jelas ini bukan patah hati kan?
Kita
sering bersama. Tapi kita hanya teman saja. Seringkali aku masih melihat hal
yang berbeda dari matamu saat tidak sengaja melihat mataku. Bahkan terkadang,
menyebut namaku pun lidahmu masih kaku. Ada yang salah denganku?
Dan
lagi,
Seharusnya
sudah tidak ada degup jantung yang sedikit melenceng dari ritme biasanya saat
kamu berada di sisiku. Seharusnya, tidak ada tangan yang menggenggam tanganku
saat aku hampir terjatuh. Seharusnya, tidak ada jaket yang kau pinjamkan saat
aku sedang kedinginan. Seharusnya, tidak ada sosok yang perlahan mendekati dan
menemaniku saat aku duduk seorang diri di bangku taman. Seharusnya begitu, jika
kamu sudah tidak cinta aku.
Dulu,
katanya kamu cinta aku. Tapi kamu bahkan enggan menungguku sampai mau
menerimamu. Kamu malah pergi, mengatakan cinta kepada selain aku. Itu yang
namanya cinta? Mana bisa aku percaya.
Jika
kamu menungguku sedikit lebih lama, barangkali kamu tidak perlu memperhatikanku
diam-diam. Kamu juga tidak perlu mengawasiku dari jauh hanya untuk memastikan
aku sedang baik-baik saja. Kamu hanya perlu berada di sampingku sambil
menggenggam tanganku. Tapi jika kamu menungguku sedikit lebih lama, kamu tidak
akan bertemu wanita yang selalu mengkhawatirkanmu setiap waktu. Kupikir, kamu
masih baik baik saja tanpa cintaku.
Bagaimanapun
juga, aku memperhatikan kamu tanpa pernah kamu tahu. Sedikit demi sedikit, aku
mulai rindu jika aku kehilangan gelagat anehmu tiap kali aku ada di dekatmu.
Ah,
seandainya engkau menunggu lebih lama, mungkin engkau akan lebih bahagia atau
bahkan lebih merana.
Itu masa-masa lima tahun yang
lalu, Tuan. Sudah lama, sudah lapuk. Sekarang, bolehkan aku bertanya apa kabar
padamu? Masih ingatkah aku, orang yang katanya sempat kau cintai, lima tahun
yang lalu.
-dari
seorang asing yang barangkali sudah terlupakan, JINGGA -
0 komentar: