Logika Penarikan Sampel
Bab 5
LOGIKA PENARIKAN SAMPEL
(dengan banyak perubahan kata-kata)
by Atika Nugraheni
Haloh haloh..
Apa kabar kalian semuanya? Udah siap ketemu sama mata kuliah kecintaan kalian lagi? Kalo udah siap, yuk mulai baca. Rileks aja rileks. Ini nggak akan serumit fisika kuantum ataupun matematika teknik kok. Kalian cuman butuh sedikit aja keseriusan. Kalian juga nggak harus punya kepintaran yang nauzubillah banget buat memahami materi ini. Yang kalian butuhkan cuman satu, keseriusan. Yap keseriusan. Dengan keseriusan, mau yang nyampein materi justru bikin kalian tambah nggak paham atau gimana, karena kalian udah mutusin buat serius sama materi ini, kalian bakalan tetep berusaha paham bagaimanapun caranya.
Yang perlu ditekankan lagi di sini adalah kita sedang sama sama belajar. Kalian baru pertama kali belajar dan aku juga baru pertama kali belajar. Jadi, kita sama.
Okey..tarik napas dalam karena sebentar lagi kita akan memulai semuanya. Dimulai dari sekarang !!
--
KEAJAIBAN SAMPLING :3
Tiap kali ada pemilu di Indonesia ( pemilu apapun ), pasti akan ada polling-polling yang berseliweran di televisi kalian. Tiap beberapa menit sekali, update-an polling akan muncul disela-sela sinetron favorit kalian, Tukang Bubur Naik Elang. Lembaga lembaga polling berlomba-lomba untuk meramalkan masa depan. Lalu ibu-ibu gossip pun mendadak heboh, dari yang tadinya ngomongin Haji Muhidin jadi ngomongin siapa calon yang akan terpilih. Tapi sedikit yang tahu kalau ternyata hasil polling itu bukanlah hasil survey suara dari 135 juta penduduk Indonesia. Bukan bukan, SALAH ! Jangan jangan kalian juga berpikiran yang sama kayak ibu-ibu tadi ya? Hayoo. Jadi ternyata oh ternyata, hasil polling yang ditayangin di TV tadi itu bukan hasil menanyai satu per satu warga Indonesia dari Sabang sampai Merauke dari Miangas sampe Pulau Rote. Kalo begini ceritanya, pasti orang orang yang kerja di lembaga polling pasti lebih milih berburu ubur ubur bareng Spongebob sama Patrick deh. Lembaga poliing itu rupanya cuman ambil sepersekian persen dari seluruh warga Indonesia loh, bahkan kadang nggak lebih dari 2000 responden. Dengan responden yang cuman segitu tapi bisa menghasilkan hasil polling yang sedemikian (hampir) tepat. Wow, itu ajaib banget. Hanya dengan sedikit sample, lembaga lembaga tersebut tidak jarang bisa memprediksikan masa depan dengan tepat.
Yang jadi pertanyaan adalah bagaimanakah caranya?
Sebelum kalian tau metode metode sampling macem apa yang digunakan oleh lembaga polling tersebut sehingga bisa meramalkan sebuah peristiwa dengan (nyaris) tepat, gimana kalo kita flashback dulu ke masa lalu deh, dimana ada Literary Digest dan George Gallop yang mengawali polling polling yang sekarang booming banget tiap kali ada pemilu. Yuk caw, kita move on sebentar ke tahun 1920-an.
Pada zaman dahulu kala di sebuah negara bernama Amerika yang pada saat itu sedang melakukan pemilihan umum dengan kandidat Warren Harding dan James Cox (bukan James Bond loh ya). Nah, Literary Digest mencoba meramalkan siapa yang akan memenangkan pemilu. Mereka menyebarkan kuesioner kepada responden responden yang mereka ambil dari daftar nama pemilik mobil dan pemilik telepon. BLAM. Hasilnya sempurna tepat. Pada pemilihan pemilihan selanjutnya, Literary Digest memperluas cakupan respondennya dan hasilnya masih sama, ramalannya tepat. Sayangnya, pada pemilihan tahun 1936 prediksinya salah, salah total. Yang diprediksikan menang adalah Alfred L Landong dan pada kenyataannya yang menang adalah ROOSEVELT.
KENAPA bisa salah?
Okey, jadi Literary Digest ini salah dalam mengambil sampel penelitiannya. Sebagian besar sampel yang diambil adalah mereka yang punya telepon dan mobil. Kalau begitu orang orang yang nggak punya mobil ataupun telepon nggak masuk dalam sampel penelitian dong mba Tika? TEPAT SEKALI. Mereka mereka yang nggak punya mobil ataupun telepon luput dari perhatian, mereka tidak terwakili. Padahal, yang milih ROOSEVELT itu sebagian besar adalah masyarakat kelas rendah. Wah, berarti pengambilan sampel itu berpengaruh banget ya? Iya dong pasti. Literary Digest dari pemilihan ke pemilihan semakin memperbanyak sampelnya. Tapi lihat deh, banyaknya sampel belom tentu bisa memprediksi dengan akurat kalau sampel yang diambil tidak mewakili populasi yang ada.
Nah, kesalahan yang dilakukan oleh Literary Digest itu dimanfaatkan oleh seseorang bernama GEORGE GALLOP. Yeay, dia mendadak terkenal karena berhasil mengalahkan Literary Digest dalam hal prediksi memprediksi. Andai aja Deddy Corbuzier udah lahir di zaman itu, pasti nggak bakalan ada yang namanya lembaga survey, lembaga polling atau apalah itu namanya.
Lalu kalian pasti bertanya-tanya apakah yang membuat Gallop memenangkan prediksi ini? Apa hayoh apa hayoh?
Nah, kalo Literary Digest itu cuman mengambil sampel dari pemilik telepon dan mobil saja, Gallop enggak !! Dia memakai teknik quota sampling. Apa itu quota sampling mba Tika? Quota sampling itu berawal dari pengetahuan yang baik tentang karakteristik populasi yang akan diteliti. Gallop tahu persis berapa jumlah warga yang punya telepon, warga yang punya mobil, warga yang miskin, warga yang kaya dan karakteristik lainnya. Biasanya data data ini bisa diambil dari data statistik. Berangkat dari pengetahuan itu, Gallop mulai mengambil sampel dari masing masing karakteristik sesuai dengan proporsinya. So, udah bisa dipastiin kalo semua populasi bakan terwakili kan? Meskipun metodenya hampir perfecto, tetep aja pada tahun 1948, prediksinya gagal total. Gallop dipermalukan dengan metodenya sendiri yaitu dengan mengunggulkan Thomas Dewey diatas pertahanan Harry Truman. Kenapa semua ini bisa terjadi mba Tika? Jadi, kebanyakan lembaga menghentikan pollingnya di awal Oktober padahal pada saat itu sudah mulai muncul gajala naiknya dukungan terhadap Truman. Selain itu, sampel yang diambil oleh Gallop kebanyakan adalah warga desa padahal pada masa itu kebanyakan warganya bermigrasi ke kota. Jadi, sampel yang diambil oleh Gallop menjadi tidak representative. Untuk bagaimana jelasnya, baca deh fotokopiannya bu Ellen. Kasian tuh nggak dibaca.
Masih semangat buat bacaa? Atau ini terlalu panjang?
Tapi mudeng nggak sih sampe sini? Jangan jangan nggak mudeng nih. Kalo kalian masih nggak mudeng juga, berarti kalian kurang fokus, kurang konsentrasi. Lupain dulu tugas-tugasnya karena tugas itu sejatinya bisa dikerjain kalo deadline udah mepet. Oke.. mulai sekarang fokus ke tulisan ini karena apa yang akan dibahas selanjutnya lebih rumit dari sebelumnya. SIAAAP?
--
NON PROBABILITY SAMPLING
Metode ini dipake kalo kita nggak tau berapa jumlah pasti populasi yang akan kita teliti. Misalnya nih, populasi yang akan kita teliti adalah populasi jomblo jomblo merana di FIB. Data tentang jomblo tadi kan nggak terpampang nyata di akademik kan. Sehingga, kita nggak mungkin nerapin seleksi acak karena nggak semua orang itu jomblo (merana). Duh mba, seleksi acak itu yang gimana toh? Sabar, cepat atau lambat kita bakalan sampe di yang namanya probability sampling.
Setiap elemen populasi itu nggak punya kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel. Dan sayangnya, hasil yang didapatkan dari metode ini, tidak bisa digeneralisasi karena belom tentu data yang didapet itu bisa mewakili semua populasi yang ada. Iya kan?
Ada empat tipe NPS yang perlu kalian tahu nih. Apa aja tuh? Ini diaaa…
1. Accidental Sampling
Asas yang dipake sama si peneliti adalah asas kemudahan misalnya gini ‘halaaah, yang penting kan ada respondennya, ngapain repot repot’. So, karena asas utamanya adalah asas kemudahan, si peneliti cuman berorientasi pada ‘siapa yang bersedia’. Kalo ada inceran kita yang nggak bersedia diwawancarai ya udaaah cari yang lain, ngapain dipaksa. Contoh: kita mewawancarai sembarang orang yang ada di lapangan parkir FIB.
Metode ini murah banget, karena murah ya pastinya data yang dihasilkan kurang bernilai. Oke, kembali ke asas ‘ada harga ada rupa’. So, kalo nggak kepepet banget, mendingan jangan pake metode ini deh ya.
2. Purposive atau Judgemental Sampling
Nah beda dengan accidental sampling, purposive sampling ini justru sudah mempunyai tujuan pihak pihak mana aja yang bakalan diambil jadi sampel. Si peneliti menganggap orang orang yang udah di-cup-in buat jadi sampelnya adalah orang yang sudah memenuhi kriterianya dan dianggap mampu memberikan informasi yang dibutuhin sama si peneliti tadi .
Purposive sampling kadang kadang juga digunakan juga untuk kasus kasus yang menyimpang. Wait wait..menyimpang yang gimana tuh mba? Jangan mikir yang aneh aneh dulu soalnya menyimpang yang dimaksudkan disini adalah hal hal yang anti-mainstream alias nggak seperti kebanyakan.
3. Snowball Sampling
Harus dijelasin juga nih yang ini? Fine lah kalo gitu. Teknik ini dipakai kalau kita akan meneliti populasi yang nggak kita tau dengan jelas. Misalnya tentang mafia peradilan. Mana ada data mafia peradilan di kantor kelurahan (misal). Karena itulah, kita perlu menggunakan teknik snowball sampling ini. Pertama, mulailah dengan mencari tahu siapa orang-orang yang menggunakan jasa mafia peradilan. Setelah tahu oknumnya siapa, kita datengin dia buat nanyain siapa yang menjadi mafianya. Dari situ, kita dateng ke mafia yang ditunjukkan oleh pengguna jasa tersebut dan dari situ diperoleh data data lain mengenai oknum mafia itu. Nah, datengin tuh semua orang yang udah direkomendasiin. Begitu terus selanjutnya..
Jadi, kita memulai dengan sampel yang sedikit lalu kita bergerak lagi sesuai dengan rekomendasi pihak pertama (yang kita jadiin sampel itu tadi), terus terus terus. Penarikan sampel yang kita lakuin akan bergulir seperti halnya bola salju lewat setiap tambahan nama yang muncul dari hasil rekomendasi tadi. Kalo udah begitu, peta data yang kita butuhin semakin lama akan semakin terlihat dengan jelas.
4. Quota Sampling
Masih inget sama George Gallop? Semoga masih deh tapi kalo nggak inget yaudah nggak apa apa, nggak penting juga buat lo. Haha.
Quota sampling ialah teknik pengambilan sampling dalam bentu distratifikasikan secara proposional, namun tidak dipilih acak melainkan secara kebetulan saja.
Contoh : Misalnya, di sebuah perpustakaan terdapat pegawai laki-laki 60% dan perempuan 40% . Jika seorang peneliti ingin mewawancari 30 orang pegawai dari kedua jenis kelamin tadi maka dia harus mengambil sampel pegawai laki-laki sebanyak 18 orang sedangkan pegawai perempuan 12 orang. Sekali lagi, teknik pengambilan ketiga puluh sampel tadi tidak dilakukan secara acak, melainkan secara kebetulan aja.
Sampe sini jelas? Atau masih banyak pertanyaan yang menyerang kepala kalian secara mendadak karena penjelasan yang masih tetep aja rumit? Mending tanyain aja Bu Ellen sampe puas, sampe pertanyaan pertanyaan yang muncul di otak kalian itu menguap semuanya.
--
PROBABILITY SAMPLING
Nah, ini dia yang paling sering digunain dalam penelitian, yaps bener banget, PROBABILITY SAMPLING. Kenapa? Karena dengan metode ini semua elemen populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dijadiin sampel penelitian. Nggak ada yang namanya pilih pilih. Peneliti nggak bisa milih sampelnya sendiri karena ini bener bener murni diacak. Dengan begitu kita bisa menghindari apa yang sering disebut dengan bias penelitian. Bias penelitian itu apalagi sih mba, kok semakin nggak ngerti ya? Emmm..susah juga jelasinnya ya. Bias itu bisa diartikan menyimpang. Kalo dalam penelitian, menyimpang itu bisa dikarenakan adanya campur tangan prasangka dari peneliti itu sendiri. Bias penelitian itu lebih sering terjadi dalam metode non probability sampling. Contoh nih, saat seorang peneliti memilih sampel berdasarkan asas kemudahan, so pasti bias penelitian nggak bisa dihindarkan. Kenapa? Karena bisa dipastiin peneliti cuman ambil sampel dari orang orang yang mudah dijangkau, yang jauh jauh, BYE. Selain itu, bias sampel juga bisa muncul karena kecenderungan pribadi. Misalnya aja, kalian takut setengah mampus sama orang yang punya tato sebadan, maka kalian akan menghindari orang dengan kriteria berikut. Berbagai prasangka tentang individu calon sampel membuat kalian susah milih sampel yang representative. Representatif artinya mewakili.
Keunggulan lain saat kita menggunakan probability sampling adalah kita bisa menghitung seberapa akuratkah data yang kita peroleh dengan rumus tertentu yang yaa gitu deh..
Jelas nggak sampe sini? NGGAK? Oh yaudah nggak apa-apa :D
Kita capcuss ke jenis jenis metode Probability Sampling. Yang udah mulai ngantuk, wudhu dulu deh biar langsung seger dan cepet paham..
a. Simple Random Sampling
Namanya juga simple, berarti ini adalah metode yang paling gampang dilakuin daripada yang lainnya. Seberapa simplekah metode ini mba Tika? Simple banget sayang. Kalo kita mau menggunakan metode ini kita cukup mempunyai kerangka sampling (daftar calon responden/sampel). Misal jumlah keseluruhannya ada 100 orang. Dari 100 orang itu, kita tentuin dulu berapa jumlah sampel yang akan kita ambil, anggap aja 10% dari populasi atau 10 orang. Okee, setelah langkah langkah itu selesai, kita bikin semacam gulungan kertas yang setiap gulungannya berisi satu nama calon sampel. Lalu, campur jadi satu dan pilihlah 10 sampel. SELESAI. Gampang banget kan? Selain gampang, metode ini juga memberikan kesempatan yang sama buat seluruh elemen populasi yang ada buat terpilih jadi sampel.
Masalah besar akan timbul saat negara api menyerang. Emm bukan bukan, maksudnya masalah besar akan timbul saat jumlah kerangka sampling yang ada menjadi begitu banyak sehingga kita nggak akan sanggup membuat gulungan kertas lagi. Repot dan bikin capek kan kalo udah begini ceritanya. Maka dari itu, metode ini hanya disarankan untuk penelitian yang jumlah elemen dari populasi yang akan diteliti tidak terlalu banyak.
Satu lagi kelemahan metode ini adalah saat sebuah populasi memiliki anggota yang minoritas. Misalnya, dari 100 orang terdiri dari 95 orang perempuan dan 5 orang laki laki. Laki laki menempati kedudukan sebagai minoritas. Yang jago matematika, monggo dihitung berapa kemungkinan para laki-laki itu terpilih. Kecil banget kan ya? nah, jika sampel yang kita ambil secara acak tadi tidak berhasil mengambil ‘laki-laki’, berarti hasil yang didapet kurang representative dong karena nggak semua terwakilkan. Kita jadi nggak bisa tau gimana sih sudut pandang laki-laki karena sampel yang di dapet perempuan semua. Iya kan?
b. Systematic Random Sampling
Sedikit menghemat energy dibandingkan simple random sampling tadi. Fuiiih, akhirnya. Oke, jadi disini kita membuat interval. Jangan bilang kalian nggak ngerti apa yang disebut interval? Haha
Pertama, kita menentukan sampling ratio terlebih dahulu. Sampling ratio adalah JUMLAH SAMPEL dibagi JUMLAH POPULASI. Misal : 100:1000=0,1 dijadiin persen aja deh biar gampang, 10%.
Kedua, kita menentukan sampling interval. Sampling interval adalah JUMLAH POPULASI dibagi JUMLAH SAMPEL. Misal : 1000:100 = 10 berarti intervalnya 1-10.
Ketiga, karena intervalnya 1-10, maka kalian harus menuliskan nomer 1 sampe 10 dan gunakan metode simple random sampling, yaitu memilih secara acak dari kesepuluh nomer tersebut. Anggep aja kalian dapet nomer 8. Berarti, sampel pertama adalah nomer 8, sampel kedua 18,28,38,48,58 dst (berjarak 10 nomer sesuai dengan ketentuan sampling interval). Lebih efisien kan dibandingkan harus menggunting dan mengaduk 1000 potongan kertas? Idih, ngebayangin aja udah males banget.
Kesimpulannya :
DIMULAI DENGAN SISTEM ACAK tetapi DILANJUTKAN DENGAN SISTEM TIDAK ACAK.
Paham nggak sampe sini? Atau justru tambah pusing?
c. Stratified Random Sampling
Kalo systematic random sampling digunain buat menghemat energy atau waktu, bda sama stratified random sampling yang ditujukan buat memperbaiki tingkat keterwakilan-supaya sampel yang diambil lebih akurat mewakili populasinya.
Kata kuncinya adalah DIURUTKAN dan DIKLASIFIKASIKAN lalu diambil sampel per kelompok sesuai dengan proporsinya masing masing. Untuk pengambilan sampelnya bisa menggunakan simple random juga kok tapi syaratnya harus udah diklasifikasiin.
d. Multistage Cluster Sampling
Langkah langkah : (1) Membagi populasi ke dalam beberapa cluster, biasanya berdasarkan wilayah georgafis (2) Secara acak, pilihlah sejumlah sampel cluster (3) jika memungkinkan telitilah seluruh kasus dalam cluster tersebut, tapi jika tidak memungkinkan seleksi lagi secara acak sebagian kasus/unit.
Contohnnya gini:
Kita pengen neliti masyarakat Semarang. Tapi Semarang itu kan luas banget ya, nggak mungkin banget kita neliti seluruh Semarang yang sebegini luasnya. Karena itu, kita bagi Semarang jadi beberapa Kecamatan. Misal ada 100 kecamatan yang ada. Dari situ, kita milih secara acak dari daftar kecamatan yang tadi. Terpilihlah satu kecamatan. Tapi setelah dipikir pikir lagi, kok kecamatan itu masih terlalu luas yaa? nah, kita bagi lagi kecamatan tersebut menjadi beberapa kelurahan, kita menseleksi acak sejumlah kelurahan yang ada. Kalo kelurahan juga masih terlalu luas, bagi lagi menjadi RT ataupun RW. Begitu terus sampai akhirnya kita bisa menemukan subjek yang tepat untuk penelitian kita.
--
SELESAI juga nih. Emm, yang tentang standar error perlu dijelasin nggak nih. Plis bilang udah paham plis.. Jujur aja aku sendiri nggak terlalu paham soal statistika. So, kasih waktu sedikit lagi buat memahami semua yang semakin rumit ini.. hehe
Semoga paham ya, plis paham.. J
0 komentar: