Librarian in Real?
Mengkritik?
Yakin nih bisa lebih baik?
Sering
ketemu sama petugas perpustakaan yang jutek? Ehm bukan jutek sih tapi lebih
tepatnya nggak ngenakin hati atau apalah disebutnya, pernah? Nah, saat kita
kebetulan ketemu sama petugas perpustakaan yang demikian adanya, rasanya pasti
jengkel setengah mampus. Dan saat itu juga, biasanya langsung bersumpah nggak
akan dateng ke perpustakaan lagi selama petugas perpustakaan yang galak itu
belom diganti sama petugas petugas bank yang aduhai. Ya itu manusiawi lah. Di
mana-mana manusia itu emang senengnya dimanis-manisin dan di mana-mana kata
kata ‘selamat siang kakak, ada yang bisa
dibantu?’ yang diucapkan oleh teller bank bermake-up tebal lebih menarik
dibandingkan kata ‘gimana mbak?’ yang
diucapkan ibu ibu/bapak bapak ‘malesin’ di layanan sirkulasi perpustakaan.
Bukan begitu bukan?
Kita
seringnya kan emang cuman bisa mengkritik orang ‘semau gue’ dijelek-jelekin lah
sampe mampus. Padahal, kita sendiri belum tentu bisa always on senyum senyum
basi di depan pengunjung perpustakaan, setiap hari, sambil bilang ‘selamat datang di perpustakaan kakak!’.
Sumpah itu susah dan capek. Sehari atao dua hari sih masih sanggup, tapi kalo
sampe bertahun tahun? Haduh, nggak janji. Taruhan deh, mbak mbak teller bank
ato mbak mbak SPG, nggak mungkin bakalan seramah itu kalo nggak diancem potong
gaji sama atasannya, dijamin.
Tapi
coba kita posisiin diri kita sebagai misalnya petugas jaga di layanan
sirkulasi. Kenapa layanan sirkulasi? Karena, layanan ini adalah garda depan
sebuah perpustakaan, mungkin karena letaknya yang sering-seringnya di dekat
pintu masuk. Baik buruknya anggapan masyarakat terhadap sebuah perpustakaan,
biasanya dilirik dari gimana pelayanan petugas layanan sirkulasinya. Biasanya
sih gitu.
Fine…
anggep aja kita udah satu bulan jadi petugas di layanan sirkulasi, garda depan
sebuah perpustakaan. Dari situ pastinya kita bakalan tau ‘betapa betapanya’
petugas layanan sirkulasi yang sering kita gambarkan sebagai petugas yang jutek.
Kita bakalan tau gimana bosennya jadi petugas layanan sirkulasi. Bayangin aja,
setiap hari duduk di balik meja dan sejauh mata memandang adanya cuman buku
buku. Terus, ketemu berbagai macam orang dari jam 7 pagi sampe jam 4 sore yang
semua-muanya minta dilayanin dengan super duper ramah. Gimana rasanya? BT kan?
Belom lagi ngantuk yang melanda di tengah tengah jam kerja, dan dalam keadaan
seperti itu, kita harus tetep ngelayanin pemustaka lagi lagi dengan seceria
mungkin. Nah, ini kalo yang ngelayanin petugas yang masih muda urusannya masih
standar standar aja lah, mentok mentoknya diputusin pacar atau terancam jadi
jomblo abadi. Lha kalo yang udah emak emak atau bapak bapak? Urusannya biasanya
lebih rempong dan lebih kompleks lagi. Mulai dari utang bank yang belom lunas,
tanggal yang nggak kunjung beranjak ke angka 1 sementara uang udah mulai
menipis, godaan buat beli ini itu dan macem macem lagi. Kalo pikiran udah
bercabang-cabang gini, susah banget buat tetep istiqomah menjalani hari hari
panjang nan membosankan di perpustakaan dengan tetap mengeluarkan semburat keceriaan
kepada pengunjung perpustakaan. Bahkan, nggak jarang yang ngerasa bosen menjalani
rutinitas yang gitu gitu aja dan ujung ujungnya jadi sekadar menyapa pengunjung
dengan basa basi busuknya dan melayani pengunjung dengan (sok) ikhlas, yaa gitu deh.
Dan
kembali lagi ke pertanyaan awal, kok petugas perpustakaannya jutek sih? Bisa
jadi pada beberapa bulan pertama kerja, mereka masih mengikuti teori teori
kuliah yang sering mengatakan ‘Kalo jadi
pustakawan mbok iya yang suka senyum, yang ramah’. Tapi beberapa bulan
kemudian, bisa jadi mereka udah mengalami kejenuhan atau kebosanan yang
mendalam sehingga teori teori yang dulu pernah melekat di benaknya perlahan
menyublim, menjadi satu dengan udara, bablas. Cuma beberapa orang yang tetep
bisa istiqomah menjalani profesinya dengan sebaik baiknya, tanpa ada grafik
menurunnya. Sayangnya, masih jarang.
Apa
iya perpustakaan harus menerapkan prinsip dasar SPG pada setiap staf-nya yang
mewajibkan menyapa pemustaka dengan tatanan kalimat yang selalu sama ‘Selamat pagi kakak, ada yang bisa kami
bantu?’ supaya nggak ada lagi yang menuduh jutek, begitu?
Apa
iya saat penerimaan pegawai baru harus ditanya ‘ Mba/Mas, bisa senyum nggak? Senyumnya setiap awal bulan aja atau
gimana? ‘ biar semua pegawainya nggak ada yang bertampang jutek alias
always ramah, begitu?
Meskipun
perpustakaan mendadak menerapkan aturan main yang sedemikian samanya dengan SPG
dalam hal pelayanan, itu masih belum menjamin perpustakaan akan lolos dari
‘omelan’. Bisa saja ada yang bilang ‘Ih,
itu mbaknya bikin risih deh nyapa-nyapa nggak jelas gitu’. Nah loo? Gimana
dong? Manusia emang serba repot.
Yang
jelas, menjadi petugas di layanan sirkulasi adalah sebuah pekerjaan yang nggak
bisa dibilang gampang begitu aja. Kerjaan yang terlihat dengan jelas dengan
mata emang nggak terlalu banyak. Tapi, melawan kebosanan, melawan rasa ngantuk,
melawan rasa jengkel kepada pengunjung yang sedikit ribet, melayani dengan
ekspresi wajah yang seceria mungkin walaupun keadaan hati sedang berbanding
terbalik adalah pekerjaan yang lebih berat dari pekerjaan yang seharusnya.
Bolehlah
kita mengkritik, tapi sebelum mengkritik pastikan dulu kalau kita benar benar
bisa melakukan hal yang sama dengan jauh lebih baik.
0 komentar: