Angin Lagi
Perjalanan Angin
Semuanya udah sesuai sama keinginan
gue. Angin brengsek itu udah berhasil ngelempar gue ke tempat yang jauh. Dan
wow, gue sempurna lupa sama jalan pulang. Dengan begitu, gue gak bakalan bisa kembali
ke tempat sialan itu. Tempat yang udah merubah total persepsi gue tentang
dunia, tentang manusia, tentang cinta. Yang ada di benak gue sekarang adalah
semua yang bisa gue denger, gue lihat itu palsu, bohong, mengada-ada, fiktif,
ilusi, kosong. Hal hal itu bikin gue runtuh seketika, remuk, bobrok lalu
berakhir di ujung gudang rongsok yang berdebu. Tergeletak lemah dengan jiwa
yang melayang layang ingin mencari rumah baru. Dilupakan dan dibuang.
Tempat yang gue tempatin sekarang
adalah tempat untuk jiwa jiwa yang kehilangan identitasnya. Jiwa yang berubah
total antara hari ini dengan hari kemarin. Jiwa yang linglung,bingung, korban
dari kemunafikkan dunia. Dan jiwa itu salah satunya adalah gue, yaah gue. Gue
gak bisa terus terusan nganggep diri gue baik baik aja, harus gue akuin kalo
gue udah mulai gak tau gue itu siapa. Bukan, bukan karena kepala gue abis
ngebentur sesuatu tapi hati gue. Hati gue berasa ngilu, lebih ngilu dari
apapun. Efeknya menjalar sampe ke saraf saraf otak, melumpuhkan semuanya
termasuk logika. Semua jiwa di sini bertampang datar, gak ada ekspresi
sedikitpun. Terlalu kompleks mungkin hingga yang dihasilkan hanya sebuah
ketiadaan. Jiwa jiwa itu udah gak bisa lagi berpura pura dan gak bisa menutup
nutupi. Yang mereka inginkan cuman sebuah kejujuran yang pahit dengan sedikit
bumbu kepedulian dan cinta yang tulus. Cuman itu dan kebahagiaan yang terpendam
akan muncul secara perlahan, senyum yang sirna akan kembali dan diam yang
menyesakkan akan tergantikan dengan kata kata yang menyejukkan. Terus apa yang
bisa gue lakuin buat memperbaiki semua ini sementara keadaan gue juga hampir
sama, bedanya cuman mereka udah terlalu lama berkubang di lumpur yang dingin
dan gue baru ngerasain betapa tersiksanya berada dalam keadaan ini beberapa
saat yang lalu. Lagi lagi gue gak berdaya ngelakuin apapun bahkan buat diri gue
sendiri. Sialan, kenapa gue bisa sepayah ini?? Gue berlalu, meninggalkan
segalanya dan berusaha menjangkau tempat lain.
Gue menengok ke arah, entah arah
mana. Samar samar gue ngeliat jiwa yang udah mengobrak-abrik dunia gue secara gak
langsung. Dari matanya gue tau kalo jiwa itu ngeliat sosok gue, ngenalin gue
seutuhnya. Jiwa itu mendung di satu sisi, terlalu banyak menyimpan kebencian
yang tak terungkap mungkin. Tapi di sisi lain jiwa itu cerah, berkebalikan 180
derajat ,di depan gue. Andai aja gue masih bisa ngerasain apa yang disebut
kecewa, kecewa itu udah numpuk ber-ton ton. Ada keinginan menyapa, ada
keinginan bertanya kabar dan berkata kalo sekarang gue udah gak baik baik aja,
ada tapi semuanya keinginan itu tak terucap, tercekat di ujung tenggorokan.
Masih butuh 5 centimeter perjalanan untuk mengungkapkan semuanya tapi ahh
lupakan. Sama seperti jiwa itu yang perlahan lahan sedang berlari melupakan dan
membunuh kenangan, jiwa ini juga demikian tak mau kalah, terpaksa.
Dalam putaran angina ini, gue tetap
berusaha tegar. Berusaha mencari kehidupan baru yang lebih menjanjikan.
Berusaha mencari jiwa gue yang lama yang tercecer entah di mana. Jiwa yang tak
pernah mengenal arti dari sebuah kegelisahan, keterpurukkan apalagi rasa sakit.
Dalam putaran angin yang terus berputar mencari sebuah kepastian, gue mulai
merasa rindu. Rindu akan udara segar dan dunia yang tak pernah memberi
perbedaan. Gue rindu kehidupan ‘baik-baik aja’ gue, hidup gue yang datar dengan
gue yang santai di dalamnya. Gue rindu dunia yang polos tanpa kepalsuan, tanpa
dendam, tanpa rasa bersalah, tanpa awan hitam yang mengkuti langkah gue. Gue
rindu, gue kangeeen, sungguh.
0 komentar: